Perseteruan Dahlan Iskan versus Jawa Pos, Berujung Tersangka
Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka imbas perseteruannya dengan Jawa Pos, perusahaan media yang dulu ia besarkan. Sudah tersingkir, jadi tersangka pula. Ada kepahitan dalam pembelaannya.

Jakarta, TheStanceID -- Mantan Menteri BUMN era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dahlan Iskan, 74 tahun, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur.
Dia didakwa kasus pemalsuan dan penggelapan terkait salah satu aset perusahaan milik Jawa Pos, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
“Saudara Dahlan Iskan ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” tulis dokumen yang ditandatangani Kepala Sub Direktorat I Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Arief Vidy, Senin, 7 Juli 2025.
Penetapan Dahlan sebagai tersangka ini merupakan tindak lanjut dari laporan Rudy Ahmad Syafei Harahap yang mewakili manajemen Jawa Pos ke Polda Jawa Timur pada akhir 2024.
Polda Jawa Timur kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp. Sidik/42/I/RES/1/9/2025/Ditreskrimum pada 10 Januari 2025.
Selain Dahlan, yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah Nany Widjaja, mantan direktur Jawa Pos.
Kasusnya juga sama, yaitu pemalsuan dan penggelapan terkait PLTU Embalut.
Sengketa Kepemilikan Tabloid Nyata
Yang menarik, penetapan status tersangka ini terjadi ketika Dahlan juga sedang berseteru dengan Jawa Pos di kasus lain: yaitu sengketa kepemilikan tabloid Nyata.
Ini tabloid mingguan yang berisi info dunia hiburan, artis, gaya hidup, dan beredar di Surabaya.
Jawa Pos menyebut tabloid Nyata adalah anak perusahaannya.
Tapi Dahlan membantah. Dia dan Nany memiliki saham di Tabloid Nyata, tapi atas nama pribadi. "Pimpinan Jawa Pos sekarang tidak tahu sejarahnya dan menganggap Nyata miliknya," kata Dahlan.
Siapa pemilik sah tabloid Nyata sebenarnya?
Soal itu masih misteri. Sebab, saat ini mereka masih berseteru di PN Surabaya. Kasus perdata, menentukan siapa sebenarnya pemilik tabloid Nyata.
Di tengah gugatan yang masih berlangsung inilah Dahlan mendadak ditetapkan sebagai tersangka di kasus PLTU Embalut yang juga milik Jawa Pos.
Jawa Pos Di Atas Angin
Apakah timing penetapan tersangka ini kebetulan?
Pengacara Nany Widjaja, Billy Handiwiyanto, berpendapat tidak. Dia curiga penetapan status tersangka terhadap Nany dan Dahlan ada kaitannya dengan gugatan kepemilikan saham tabloid Nyata yang saat ini masih bergulir di PN Surabaya.
Billy juga mengatakan akan melaporkan penyidik Polda Jatim di kasus ini ke divisi Propam Mabes Polri.
Menurutnya, penyidik telah melakukan pelanggaran etik dengan menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Dia menjelaskan bahwa Mabes Polri pun sebenarnya telah melakukan gelar perkara atas kasus PLTU Embalut pada Maret 2025. "Hasil gelar perkara di Mabes Polri merekomendasikan penghentian penyidikan," katanya, Kamis (10/11/2025).
Rekomendasi itu karena Mabes Polri melihat kasus kepemilikan PLTU ini sebagai kasus perdata, bukan pidana.
Dengan penetapan tersangka ini, kata Billy, maka Polda Jatim membangkang rekomendasi tersebut.
"Kami telah menyiapkan pengaduan resmi ke Divpropam Mabes Polri karena penyidik Unit II Subdit I Ditreskrimum Polda Jatim diduga melanggar kode etik. Mereka mengabaikan hasil gelar perkara di Mabes Polri," tambahnya.
Dahlan yang Tersingkir
Dahlan dalam kolomnya di Disway berjudul Jadi Tersangka, tidak meyinggung kasus PLTU Embalut.
Dia hanya menulis tidak menyangka akan berurusan dengan polisi di usianya yang sudah 74 tahun.
Dahlan juga menyinggung sengketa saham tabloid Nyata. Dia mengatakan tabloid itu bukan milik Jawa Pos.
Meski dia dan Nany memiliki saham di tabloid Nyata, itu bukan saham atas nama Jawa Pos. "Pimpinan Jawa Pos yang sekarang, yang tidak tahu sejarah itu, menganggap Nyata miliknya."
Yang menarik dari kolom itu, Dahlan justru menulis bagaimana dia membangun Jawa Pos, koran lokal yang tadinya miskin, menjadi perusahaan raksasa dengan kekayaan bertriliun rupiah.
Tapi pada 2009, ketika sudah tidak lagi menjabat sebagai menteri BUMN, dan hendak kembali lagi memimpin Jawa Pos, ternyata pintu sudah tertutup.
"Ternyata saya tidak pernah bisa kembali ke Jawa Pos. Pemegang saham mayoritas yang selama puluhan tahun hanya mengawasi dari jauh sudah menjadi sangat berkuasa di Jawa Pos. Begitulah perusahaan. Apalagi sudah punya uang banyak," tulisnya.
Dahlan Iskan versus Jawa Pos
Dalam catatan TheStanceID, kasus PLTU Sembalut dan tabloid Nyata bukan satu-satunya perseteruan antara Dahlan dengan Jawa Pos.
Saat ini pun Dahlan juga sedang menggugat Jawa Pos terkait utang yang belum dibayar.
Menurut Dahlan, sejak 2003 hingga 2016 (alias selama 13 tahun), dividen yang dibayar Jawa Pos kepadanya kurang.
Dahlan kini menuntut Jawa Pos untuk menyelesaikan kekurangan pembayaran dividen selama 13 tahun itu, yang menurutnya, jumlahnya mencapai Rp54,5 miliar.
Gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini didaftarkan Dahlan ke PN Niaga Surabaya.
Pihak Jawa Pos jelas membantah, dan menegaskan tidak memiliki utang dividen kepada Dahlan.
Di tengah berbagai kasus perseteruan antara Dahlan versus Jawa Pos inilah Dahlan ditetapkan sebagai tersangka kasus PLTU Embalut milik Jawa Pos.
Inilah barangkali aspek ironis dari kasus ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Dahlan-lah yang membesarkan Jawa Pos dari sebuah koran lokal kecil yang miskin, menjadi imperium raksasa.
Nama Dahlan dan segala kontroversinya sangat legendaris di dunia pers tahun 1990an.
Berdasarkan data Media and Concentration in Indonesia, pada 2012 Jawa Pos sampai menaungi 141 media surat kabar, 12 televisi, 1 radio, 2 majalah, 11 tabloid, 1 media daring, dan masih banyak lagi.
Tapi kini setelah tersingkir, dia justru berseteru dengan perusahaan yang dulu dia besarkan.
Pahitnya perseteruan itu sangat terasa ketika Dahlan mengajukan gugatan utang dividen selama 13 tahun itu. Berbagai hal yang dulu tidak jadi masalah, setelah dia tersingkir, satu-persatu dipermasalahkan.
Ke depan, konflik Dahlan versus Jawa Pos sepertinya belum akan berakhir. (mhf)