Jakarta, TheStanceID - PT Bukalapak Tbk (BUKA) dikabarkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap lebih dari 500 karyawannya, atau nyaris separuh dari total karyawan yang ada sekarang.

Berdasarkan sumber TheStanceID, PHK sudah dilakukan perusahaan di bulan November ini dan akan terus berlanjut hingga kuartal I/2025. Total yang terdampak dalam kebijakan ini mencapai lebih dari 500 karyawan.

Mengutip laporan keuangan perusahaan terakhir, Bukalapak memiliki sekitar 1.219 karyawan per September 2024. Artinya, PHK dilakukan hampir 50% dari total karyawan sekarang.

Sebelumnya, manajemen menyatakan akan mengambil kebijakan yang memengaruhi karyawan, yakni restrukturisasi dengan menutup sejumlah lini usaha atau anak perusahaan.

“Pelaksanaan Rencana Aksi Korporasi tersebut akan berdampak kepada sejumlah karyawan di seluruh ekosistem usaha Perseroan,” tulis manajemen Bukalapak dalam keterangan tertulis di BEI pada 30 Oktober 2024 lalu.

Bukalapak belum mengungkap jumlah pasti karyawan yang bakal terdampak. Perseroan, lanjut keterangan tersebut, berjanji memenuhi seluruh hak dan kompensasi karyawan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sumber TheStanceID menyebutkan total karyawan yang di-PHK sejak tahun 2020 hingga kini jumlahnya bisa mencapai ribuan. Untuk gelombang restrukturisasi terbaru ini, jumlahnya mendekati separuh dari total karyawan aktif yang tersisa.

“Jumlahnya separuh dari karyawan yang ada. Sebagian sudah mendapat surat [PHK] dan tinggal menunggu bulan terakhir kerja, efektif [keluar] pada Desember. Sisanya bertahap sampai kuartal I 2025,” tutur sumber tersebut pada Senin (18/11/2024).

Sebagai informasi, Bukalapak melantai di Bursa (IPO) pada 2021. Sejak itu ada banyak perubahan substansial, tetapi biaya operasional dari berbagai segmen usaha masih tinggi.

Kondisi ini tidak sesuai dengan strategi jangka panjang perseroan untuk mencapai profitabilitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Perseroan meninjau kembali sejumlah prospek segmen usaha, tetapi sampai sekarang masih saja merugi.

Unit yang Ditutup

Sebelumnya, CEO Bukalapak Willix Halim mengatakan emiten berkode saham BUKA itu akan mengubah pendekatan operasional dan menggarap segmen bisnis tertentu secara lebih fokus. Bukalapak akan berfokus pada bisnis inti yang meliputi Mitra Bukalapak, Gaming, Investment, dan sejumlah layanan di Retail.

Sumber TheStanceID mengatakan bisnis yang disebut Willix tersebut ada yang ikut ditutup. “Divisi yang tadinya dibentuk untuk memperkuat penetrasi pasar ritel di platform TikTok juga termasuk yang ditutup,” tutur sumber tersebut.

Sebagaimana diketahui, Tokopedia dan TikTok Shop telah resmi merger sejak April 2024. Aksi korporasi ini pun memperkuat posisi Tokopedia di platform media sosial yang sedang naik daun tersebut.

Di tengah situasi demikian, kinerja Bukalapak berdarah-darah. Laba sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi (Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization/EBITDA) per 30 September 2024 tercatat minus Rp168 miliar.

“EBITDA yang disesuaikan pada Kuartal III-2024 masih negatif di angka minus Rp 168 miliar yang mana tidak sejalan dengan target profitabilitas di tahun 2024,” tulis manajemen Bukalapak dalam keterangan tertulis di BEI pada 30 Oktober 2024 lalu.

Ketika dikonfirmasi, perseroan melalui Associate Vice President (AVP) of Media and Communications Fairuza Ahmad Iqbal kepada TheStanceID mengatakan restrukturisasi saat ini sedang dalam proses.

"Hal ini akan menentukan jumlah sumber daya yang sejalan dengan kebutuhan fokus pengembangan bisnis kami. Oleh karena itu, jumlah karyawan yang terdampak akan kami sampaikan setelah proses tersebut selesai," tuturnya Rabu (20/11/2024).

Perseroan berharap langkah restrukturisasi bisa memacu pertumbuhan menuju keuntungan yang berkelanjutan ke depannya.

Gelombang PHK Startup

PHK di Bukalapak menjadi contoh terbaru fenomena industrial yang menimpa perusahaan rintisan berbasis teknologi (startup) di Indonesia. Mulai dari startup marketplace, fintech, hingga startup pendidikan.

“Musim dingin teknologi” (tech winter) melanda setelah pandemi Covid-19 usai. Sempat moncer di tengah pandemi karena layanan lintas batasnya, startup teknologi akhirnya terkena juga dampak perlambatan ekonomi dunia yang terjadi setelah pandemi kelar.

Berdasarkan catatan TheStanceID, hingga Juni 2024 sudah ada sejumlah startup yang melakukan PHK besar-besaran di tanah air, di antaranya:

  1. Tokopedia-TikTok Shop

    Perusahaan hasil penggabungan Tokopedia dan TikTok Shop ini mengonfirmasi rencana PHK dalam restrukturisasi tim perusahaan menyusul penggabungan Tokopedia dan TikTok Shop pada awal 2024.

    Namun, jumlah pekerja yang terkena PHK tidak dipublikasikan. Beberapa pemberitaan menyebutkan PHK menimpa 70% karyawan Tokopedia mulai Juni 2024.

    Direktur Corporate Affairs Tokopedia dan ShopTokopedia Nuraini Razak dalam keterangan resminya mengatakan kebijakan PHK harus dilakukan untuk mendukung strategi pertumbuhan perusahaan e-commerce anak usaha ByteDance tersebut.

  2. JD.ID

    Sebelumnya, 200 karyawan di perusahaan e-commerce JD.ID terkena PHK pada Desember 2022. Manajemen perusahaan menyatakan efisiensi dilakukan sebagai upaya dalam menghadapi tantangan perubahan bisnis yang amat cepat.

    “Salah satu langkah yang diambil manajemen adalah perampingan, supaya perusahaan dapat terus bergerak menyesuaikan dengan perubahan,” ujar Head of Corporate Communications and Public Affairs JD.ID Setya Yudha Indraswara dalam keterangan resminya, Selasa, (13/12/2022).

  3. Shopee Indonesia

    Shopee juga mem-PHK karyawannya pada September dengan jumlah terdampak sebanyak 120 orang (3% dari total 6.000 karyawan). Ini adalah gelombang kedua PHK, setelah gelombang pertama Juni dan diikuti gelombang ketiga November.

    Selang beberapa bulan kemudian, pada tahun 2023, Shopee kembali melakukan PHK dengan alasan efisiensi, sebagaimana diberitakan CNBCIndonesia.com. Perseroan menutup rapat-rapat jumlah total karyawan yang terdampak.

    Secara bersamaan, anak usaha Sea Group ini juga mengumumkan pemindahan karyawan (relokasi) Shopee ke Yogjakarta dan Solo sebagai upaya mengurangi pengeluaran perusahaan untuk gaji karyawan.

Startup Global Juga Kena

Fenomena PHK tidak hanya melanda startup di Indonesia. Sejumlah e-commerce dan startup global juga tercatat melakukan hal serupa. Berikut ini beberapa di antaranya:

  1. Shopify

    Sebuah platform e-commerce asal Kanada mengumumkan PHK terhadap 10% karyawan atau sekitar 1.000 orang, sebagaimana diberitakan Bisnis.com. 

    CEO Shopify Tobu Lutke mengatakan jalan PHK ditempuh karena ekspansi selama pandemi belum memberikan hasil yang signifikan.

    Adanya penurunan transaksi online yang lebih cepat dari perkiraan memaksa mereka memangkas sejumlah posisi di perusahaan.

  2. Dropbox

    Yang terbaru adalah Dropbox, startup yang bergerak pada layanan penyimpanan file berbasis komputasi awan (cloud). Mereka mengumumkan pengurangan  20% pos, atau sekitar 528 orang, sebagai bagian dari reorganisasi.

    CEO Dropbox Drew Houston menyebut keputusan ini sebagai langkah penting bagi perusahaan yang sedang menghadapi persaingan ketat di tengah kehadiran teknologi kecerdasan buatan (AI).

    Dropbox telah mengalami perlambatan pertumbuhan selama beberapa bulan terakhir, di mana pengguna baru tercatat hanya 63.000 pada kuartal terakhir. Angka yang tergolong kecil dibandingkan dengan 18 juta pengguna yang sudah ada.

    Mereka juga menghadapi persaingan ketat dari layanan lain, terutama Google Drive, sehingga pangsa pasarnya menyusut dan nilai sahamnya tergerus 20% tahun ini.

Startup Makin Kompetitif

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai PHK di Bukalapak adalah keputusan realistis yang harus diambil manajemen.

Langkah efisiensi maupun restrukturisasi perlu dilakukan terutama jika biaya operasional sudah lebih tinggi dari pendapatan dari berbagai segmen usaha.

"Kalau penjualan turun, perusahaan harus mengkalkulasi cost. Yang paling bisa dilakukan adalah dengan efisiensi termasuk layoff tenaga kerja," kata Esther kepada TheStanceID, Selasa (19/11/2024).

Menurut Esther, salah satu faktor yang membuat Bukalapak tertinggal dengan marketplace lain karena saat ini promosinya sudah tidak segencar saat awal masa "bakar duit". Akibatnya, sulit bagi Bukalapak untuk menarik customer baru.

Apalagi, saat ini beberapa marketplace kompetitor, seperti Tiktokshop dan Shopee terus berinovasi memberikan kemudahan dalam berjualan online dan menerapkan strategi fasilitas gratis ongkos kirim (ongkir) untuk mempertahankan pangsa pasar.

"Kalau dia tidak kompetitif, penggunanya juga sedikit. Kalau sedikit otomatis makin sedikit penjualannya. Kondisi ini makin diperparah dengan daya beli masyarakat yang sedang menurun," jelas Esther.

Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebut, sebagian besar perusahaan yang mengambil langkah PHK justru sebelumnya dinilai sebagai 'Pandemic Darling'.

"Sebagian besar mereka adalah ‘Pandemic Darling’ atau perusahaan yang meraup kenaikan GMV [Gross Merchandise Value] selama puncak pandemi 2020-2021," kata Bhima dikutip Tempo.co.

Berbekal valuasi tinggi, perusahaan mudah mendapat pendanaan sehingga jor-joran berekspansi, termasuk merekrut karyawan dalam jumlah besar. Padahal faktanya, agresivitas ekspansi perusahaan digital tidak sebanding dengan pendapatan riil.

Bhima memperkirakan gelombang PHK masih akan terus terjadi, mulai dari fintech, edutech, hingga healthtech jika ekosistem perusahaan digital tak kunjung membaik. Apalagi, kondisi ekonomi akan semakin gelap akibat adanya ancaman resesi global.

Kondisi krisis ini juga membuat persaingan pencarian dana dari investor akan semakin ketat. "Founder maupun CEO perusahaan digital harus bersiap menghadapi tekanan lebih besar," katanya. (est)