Prabowo's Way
Jadi, perlu juga Indonesia punya pemimpin yang blak-blakan. Tanpa tedeng aling-aling.

oleh Nur Iswan, mantan jurnalis yang menggeluti dunia riset bidang kebijakan publik sebagai Senior Advisor IndoPolicy & Business Review (IPBR). Wirausahawan yang juga pemerhati dunia agroindustri tersebut kini aktif menyampaikan ide dan gagasannya melalui kanal Youtube, Nur Iswan Channel.
Kita sudah terlalu lama mempunyai pemimpin yang terlampau santun.
Dalam berkata-kata, bahkan saking santunnya, kadang kita tidak bisa menebak agendanya. Dan kadang tertipu. Tak bisa menduga kepentingan diri, keluarga dan ambisi kelompoknya.
Jadi, perlu juga Indonesia punya pemimpin yang blak-blakan. Tanpa tedeng aling-aling. Yang ringan menyebut "monyet-monyet".. "maling-maling".. dan juga "ndablek-ndablek" serta "raja kecil."
Kita harus bersiap dan sekaligus terbiasa untuk itu. Karena Itulah gaya dan cara komunikasi Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia ke-8. Sangat terus-terang. Tidak pura-pura. Tanpa banyak kemasan. Khas.
Prabowo sangat merindukan persatuan. Kerjasama. Kekompakan. Guyub rukun. Sangat menginginkan harmoni. Ia menyebutnya "demokrasi khas Indonesia."
Selain itu, ada hal yang sering diulang-ulang oleh Prabowo, yakni perihal rakyat. Soal ini, dia sangat sensitif. Di beberapa kesempatan, ia menegaskan "Saya siap mati membela rakyat!"
Di HUT Gerindra kemarin, dengan lantang dan tersurat mengatakan ia tidak ingin mengecewakan kepercayaan yang telah diberikan rakyat kepadanya. "Saya, kalau mengecewakan kepercayaan rakyat, saya malu untuk maju lagi!”
Ada nada ketulusan di dalamnya. Ada pesan kesungguhan.
Prabowo Tak Boleh Marah
Tapi ia tak boleh marah juga, jika hal itu dianggap sebagai retorika. Lebih ekstrim lagi, jika dianggap sebatas political gimmick. Bukankah dalam politik ujian dan pembuktian terletak pada realita atau tindakan nyata di ruang waktu?
Pembaca maupun pelaku politik akan melihat fakta. Juga data. Meneropong tindakan, dan kebijakannya. Bukan sekadar melihat dan percaya kata-kata, atau kalimat demi kalimat.
Jadi, ujian untuk 08--begitu ia biasa disapa--adalah pembuktian antara kata-kata dan perbuatan. Antara retorika pidato dengan riil kebijakannya.
Rakyat sudah mendengar pesan yang disampaikan 08. Dengan cara dan gayanya yang khas. Dan jika survei menjadi patokan, rakyat percaya dengan narasi kebijakan 08. Tak heran approval rating Pemerintahan Prabowo lebih dari 80%.
Artinya, rakyat mendukung dan memberi kesempatan serta menaruh kepercayaan besar kepadanya. Kini kondisinya dalam bahasa Jawa disebut: "mung karep". Atau tinggal maunya apa? Semua agenda kebijakan bisa dilaksanakan.
Di balik itu, rakyat dan juga netizen memiliki logika sendiri. Pandangan rakyat tak bisa didikte atau dikendalikan dengan sepenuhnya. Rakyat akan terus menanti, memantau dan bahkan mengevaluasi kebijakannya.
Rakyat sadar, mereka tak boleh terlalu berharap dan tergantung kepada Partai Politik (Paropl) di Senayan. Bukankah mayoritas parpol merupakan bagian dari pemerintahannya? Jadi, pasti mendukung penuh 08.
Namun, rakyat boleh dan memang seharusnya menaruh harapan kepada anggota DPR. Mereka penting diajak kerjasama untuk terus adil dalam bersikap. Jika pemerintah benar, dukung. Jika salah maka pantas dikritik dan beri saran terbaik.
Protes Rakyat Harus Diperhatikan
Nah, kembali ke rakyat. Realita kekuatan masyarakat memang tak bisa dan tak boleh dipandang remeh. Dan ini disadari betul oleh 08.
Baru beberapa saat ia terpilih, gelombang protes putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membesar. Belum lama dilantik, viral kasus pedagang es teh, disusul Kholid dan Pagar Laut, LPG 3 kg, vonis 6,5 tahun kasus timah.
Terakhir, gagal tafsir dan lemahnya komunikasi publik beberapa menteri atas niat efisiensi anggaran.
Alih-alih berbuah persepsi positif, beberapa menteri malah membangun persepsi negatif di masyarakat. Misalnya malah berbuah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), blokir anggaran dan potensi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Menariknya, 08 cepat bertindak dengan gaya dan cara khasnya.
Ia membatalkan rencana pengesahan batas usia calon kepala daerah (Cakada), menegur Gus Miftah hingga akhirnya mundur. Segera membongkar pagar laut. Membereskan antrian LPG 3 kg.
Jaksa banding, vonis kasus timah 6,5 tahun naik jadi 20 tahun. Dan terakhir, bersama Menkeu "terpaksa" turun gunung. Menghalau persepsi negatif dan menjelaskan langsung soal efisiensi.
Ini baru episode awal. Jalan masih panjang menuju 2029. Dan rakyat akan terus memantau perkembangan Pemerintahan 08.
Jika baik dan benar kebijakannya, pasti disambut meriah. Tapi jika kebijakannya aneh, ajaib dan kurang tepat maka pasti rakyat akan mengkritisi dengan "meriah" juga.
Jangan sampai rakyat membatin. Jangan sampai netizen menulisnya dengan satir: "Ah, ternyata hanya omon-omon saja", sebutan yang dipopulerkan sendiri oleh 08.
Semoga tidak, bukan?***
Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.