Jakarta, TheStanceID – Pneumonia kembali menjadi perhatian setelah aktris Taiwan Barbie Hsu meninggal setelah terinfeksi sewaktu di Jepang. Balita menjadi salah satu kelompok rentan yang memiliki risiko tinggi terkena pneumonia mematikan.

Negeri Sakura mengalami peningkatan signifikan kasus influenza. Sejak September 2024 hingga Januari 2025, tercatat ada lebih dari 9,5 juta kasus influenza , dengan hampir 6.000 di antaranya merupakan pneumonia mikoplasma.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Di Tanah Air, ternyata lonjakan kasus pneumonia menunjukan angka yang semakin mengkhawatirkan.

Data terbaru menunjukkan bahwa angka kematian akibat pneumonia melonjak drastis dalam setahun terakhir. Tercatat, sepanjang 2024, kematian akibat pneumonia di Indonesia melonjak hingga tiga kali lipat.

Pada 2023, tercatat kasus pneumonia sebanyak 330 dengan 53 kematian. Namun, angka ini meroket tajam pada 2024, hingga mencapai 1.278 kasus dengan 188 kematian atau mengalami kenaikan lebih dari tiga kali lipat.

Bahkan, pada Januari 2025 saja, sudah ada 105 kasus dengan 12 kematian akibat penyakit ini.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Ina Agustina Isturini mengingatkan bahwa pneumonia kerap muncul sebagai komplikasi influenza, terutama pada kelompok rentan.

"Komplikasi dapat terjadi terutama pada kelompok rentan. Komplikasi yang terjadi dapat berupa pneumonia, sepsis. Pencegahan harus dilakukan dengan melanjutkan praktek baik, mencegah penularan untuk semua penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)," katanya, dikutip dari Detik.

Mengancam Balita

Data UNICEF pada 2019 menyebutkan bahwa 2.200 anak meninggal akibat pneumonia setiap harinya. Bahkan pada 2021, Organisasi Kesehatan Dunia WHO juga menyebutkan ada 740.180 kematian terhadap anak di bawah usia 5 tahun.

Sementara di Indonesia, berdasarkan data UNICEF tahun 2018, setiap jam terjadi kematian 2-3 balita akibat pneumonia. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia masih menjadi salah satu penyakit yang harus diwaspadai.

Menanggapi itu, Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Yudhi Pramono menegaskan bahwa pihaknya mematok target ambisius penanggulangan pneumonia, di mana pada 2030 angka kematian balita harus kurang dari 3 per 1.000 kelahiran hidup.

Target tersebut sekaligus untuk mengurangi insidensi atau keterjangkitan pneumonia berat sebesar 75% atas insidensi tahun 2019.

Penyebab Pneumonia pada Anak

Pneumonia pada anak paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, ataupun jamur. Penyebab infeksi yang paling sering adalah virus ataupun bakteri.

Bakteri yang paling sering menyebabkan kasus pneumonia pada anak adalah pneumokokus (Streptococcus pneumonia), stafilokokus (Staphylococcus aureus), dan HiB (Haemophilus influenzae type B).

Selain bakteri, virus rhinovirus, virus influenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan virus campak (morbili) juga dapat menyebabkan pneumonia pada anak.

Anak-anak umumnya berisiko terkena pneumonia karena sistem imunitasnya masih lemah dan belum terbentuk sempurna.

Ada pula beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko anak terkena pneumonia, yakni terlahir prematur, malnutrisi atau kurang gizi, imunisasi anak belum lengkap dan belum menerima vaksin pneumonia,

Bisa juga karena menderita infeksi tertentu, seperti campak dan human-immunodeficiency virus (HIV) serta menderita penyakit bawaan atau kelainan pada paru-paru maupun sistem pernapasan.

Gejala Penumonia pada Anak

Pneumonia pada anak biasanya berasal dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atas. Umumnya gejala pneumonia diawali dengan demam, batuk atau pilek, dan diikuti sesak napas. Sesak napas menjadi indikasi anak kekurangan oksigen.

Dokter Spesialis Anak dari Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Wahyuni Indawati menegaskan bahwa deteksi dini pneumonia pada anak sangat penting untuk mencegah kematian. Orangtua perlu peka akan gejalanya.

“Jika napas cepat dan sudah ada tarikan dinding dada ke dalam saat bernapas, segera bawa ke fasilitas kesehatan ke dokter atau rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan,” papar Wahyuni.

Sementara itu, langkah penanganan pneumonia pada anak biasanya disesuaikan dengan kondisi anak, serta penyebab dan keparahan penyakit.

Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr. dr. Fathiyah Isbaniah mengungkapkan bahwa pneumonia dapat diatasi dengan efektif asalkan tepat waktu.

Pada kasus berat, dapat digunakan alat bantu napas (ventilator) di ruang rawat intensif. Selama perawatan, anak bisa diberikan antibiotik untuk pneumonia akibat infeksi bakteri maupun obat-obatan lain, cairan sesuai kebutuhan, dan nutrisi yang cukup.

Selain itu, terapi oksigen dan cairan infus, obat pereda demam maupun obat-obatan melalui suntikan yang lain dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan anak.

Pencegahan Pneumonia pada Anak

Lebih lanjut, Dokter Spesialis Anak Subspesialis Respirologi RS Pondok Indah dr. Wahyuni Indawati menjelaskan pencegahan pneumonia pada anak bisa dilakukan dengan menghindarkan mereka dari kontak langsung dengan penderita.

Selain itu, penularan pneumonia juga dapat dicegah dengan berbagai upaya berikut ini:

Pertama, Menjaga Kebersihan Lingkungan dan Diri

Langkah pencegahan pneumonia yang paling awal dapat dimulai dengan menjaga kebersihan rumah dan mengolah kondisi lingkungan sekitar, agar infeksi tersebut tidak menyebar.

Misalnya, menggunakan masker saat sedang tidak sehat, menghindari orang sakit batuk pilek hingga rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Kedua, Menjaga Pola Hidup Sehat untuk Anak

Pneumonia anak juga dapat dicegah secara efektif dengan pemberian ASI eksklusif, mengusahakan untuk cukupi kebutuhan gizi anak, menghindarkan anak dari paparan asap rokok maupun polusi udara lainnya, serta melindungi anak dengan pemberian imunisasi yang dapat mencegah pneumonia.

Ketiga, Pemberian Vaksin Anak

Saat ini terdapat beberapa vaksin yang dapat melindungi anak dari Penumonia, yaitu vaksin Difteri Pertusis Tetanus Hemophilus Influenza B (DPT HiB) yang merupakan vaksin kombinasi, vaksin pneumokokus (PVC), vaksin pneumokokus (PCV), vaksin influenza, dan vaksin MR (measles rubella).

Penyebab Terbesar Kematian pada Anak

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit Pneumonia pada anak menyebabkan lebih dari 2,5 juta kematian setiap tahunnya, termasuk 670 ribu di antaranya adalah anak-anak di bawah usia lima tahun.

Dengan angka tersebut, Pneumonia menjadi penyebab terbesar kematian pada anak dibandingkan penyakit menular lainnya.

WHO mencatat bahwa lebih dari 50% kematian akibat pneumonia pada anak-anak berkaitan dengan polusi udara, baik dari asap rokok, penggunaan bahan bakar padat untuk memasak, maupun polusi lingkungan.

Peningkatan kasus pneumonia juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, termasuk infeksi virus seperti influenza dan COVID-19, serta resistensi antibiotik yang membuat pengobatan pneumonia bakteri semakin sulit.

Untuk menekan angka kasus pneumonia, WHO mengklaim terus mendorong program vaksinasi influenza dan vaksin pneumokokus (PCV) sebagai langkah pencegahan utama.

Beberapa negara juga meningkatkan akses layanan kesehatan bagi kelompok rentan serta menggalakkan kampanye kesadaran mengenai pentingnya pencegahan pneumonia.

Meski begitu, tanpa intervensi serius dan kesadaran masyarakat yang lebih tinggi, pneumonia tetap menjadi ancaman serius.

Para ahli kesehatan mengingatkan bahwa di tengah musim flu dan meningkatnya polusi udara, risiko penularan pneumonia bisa semakin tinggi. Karenanya, masyarakat diimbau lebih waspada dengan menjaga daya tahan tubuh, menerapkan pola hidup sehat, dan melakukan vaksinasi sebagai langkah perlindungan. (par)


Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.