Jakarta, TheStance – Gara-gara mengeluarkan pernyataan yang dianggap mencederai perasaan rakyat dan memicu gelombang protes masyarakat, lima orang anggota DPR akhirnya resmi dinonaktifkan oleh partai politik mereka.
Kelima anggota DPR itu adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (Nasdem), Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama atau Uya Kuya (PAN), dan Adies Kadir (Golkar).
Penonaktifan kelima anggota DPR RI ini disampaikan Prabowo usai berdiskusi dengan para Ketua Umum (Ketum) partai politik dan Pimpinan DPR RI di Istana Merdeka, Ahad, 31 Agustus 2025.
Parpol Nonaktifkan Anggota DPR yang Bikin Gaduh
Prabowo mengatakan telah menerima laporan dari para ketua umum partai politik terkait anggota DPR yang dinonaktifkan.
Prabowo menyebutkan sejumlah Ketum partai politik telah mengambil langkah tegas menyikapi aspirasi dari masyarakat.
"Dalam rangka mencapai apa yang menjadi aspirasi murni dari masyarakat saya menerima laporan dari para ketua umum partai politik bahwa mereka telah mengambil langkah tegas kepada anggota DPR masing-masing terhitung sejak Senin, 1 September 2025, yaitu terhadap anggota DPR-nya masing-masing yang mungkin menyampaikan pernyataan-pernyataan yang keliru," kata Prabowo dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Minggu (31/8/2025).
Prabowo menekankan supaya anggota DPR RI lebih peka dan selalu berpihak kepada rakyat.
"Dan juga para pimpinan DPR telah berbicara dan para ketua umum partai juga sudah menyampaikan melalui ketua fraksi masing-masing, bahwa para anggota DPR harus selalu peka dan selalu berpihak kepada kepentingan rakyat," imbuhnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak para pimpinan partai politik di DPR RI untuk mencopot anggotanya yang telah memicu kemarahan rakyat terkait aksi demonstrasi yang berujung ricuh pada 28 Agustus 2025.
"Pimpinan partai politik dan kelembagaan DPR RI menindak dan memberi sanksi tegas dengan memberhentikan para anggota DPR RI yang berlaku tidak patut dan memicu kemarahan rakyat," kata Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur selaku perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil yang membacakan pernyataan sikap.
"Seperti Ahmad Sahroni, Eko Hendro Purnomo, Adies Kadir, Deddy Sitorus, Nafa Urbach, Surya Utama, Rahayu Saraswati, dan Sigit Purnomo Syamsudin Said," tambahnya.
Pencabutan Sejumlah Tunjangan DPR
Dalam pertemuan itu, Prabowo juga menerima laporan dari pimpinan DPR RI jika akan ada pencabutan kebijakan yang melukai hati rakyat, antara lain soal besaran tunjangan anggota dewan termasuk moratorium kunjungan ke luar negeri.
"Kemudian para pimpinan DPR, menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja keluar negeri," tambahnya.
Prabowo, dalam konferensi persnya, juga meminta DPR bertemu dengan para "tokoh masyarakat" dan "tokoh mahasiswa" untuk mendengar aspirasi.
Bukan hanya kepada Pimpinan DPR, Prabowo juga memerintahkan kepada seluruh pihak pemerintah untuk menerima utusan-utusan masa yang ingin menyampaikan koreksi, kritik, maupun perbaikan terhadap jalannya negara dan pemerintahan.
Prabowo memastikan, penyampaian aspirasi tersebut, akan didengar, dicatat, dan ditindaklanjuti.
Dia juga menegaskan bahwa penyampaian aspirasi dari masyarakat telah dilindungi oleh undang-undang. Meski begitu, dia meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindakan anarkis seperti merusak fasilitas umum.
Jika penyampaian pendapat berujung anarkis, disertai pengrusakan, hingga menimbulkan korban jiwa, maka hal itu merupakan pelanggaran hukum.
“Negara wajib hadir melindungi rakyatnya,” tegas Prabowo.
Dalam pernyataannya, Prabowo juga menuding adanya intervensi dan upaya adu domba dari sejumlah pihak "yang tidak ingin Indonesia sejahtera dan bangkit".
"Sudah mulai kelihatan gejala adanya tindakan-tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan ada yang mengarah kepada makar dan terorisme," kata Prabowo.
Ia menutup pernyataannya dengan imbauan agar masyarakat tetap waspada terhadap provokasi dan tidak terjebak dalam upaya adu domba.
"Saya minta sungguh-sungguh warga negara untuk percaya kepada pemerintah, untuk tenang," pungkasnya.
Penjarahan Rumah Anggota DPR dan Menteri Keuangan
Sebelum pengumuman penonaktifan anggota DPR RI ini, sekelompok massa lebih dahulu berbondong-bondong melakukan aksi penjarahan yang menyasar rumah pribadi pejabat negara dan anggota DPR RI.
Setelah rumah anggota DPR seperti Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya dijarah, rumah yang disebut milik Menteri Keuangan, Sri Mulyani, juga disasar massa, pada Minggu (31/08/2025) dini hari. Rangkaian peristiwa ini didokumentasikan dalam video-video yang beredar di media sosial.
Video yang beredar di dunia maya memperlihatkan sejumlah orang mendatangi rumah Sri Mulyani yang berlokasi di Bintaro, Tangerang Selatan, dengan berjalan kaki dan naik sepeda motor.
Sejumlah orang itu kemudian mengangkut barang-barang dari rumah tersebut, seperti kursi, guci, hingga lukisan.
Sebelumnya, beredar video di media sosial yang memperlihatkan massa mendatangi rumah dua anggota DPR, yakni Eko Hendro Purnomo atau dikenal dengan Eko Patrio, dan Uya Kuya pada Sabtu (30/08/2025) malam.
Sejumlah perabotan rumah tangga, pakaian, hingga barang elektronik tampak berserakan di lantai rumah Eko Patrio.
Beberapa orang terlihat membawa kursi, lampu, kursi, koper, speaker studio dan kasur keluar dari rumah yang disebut milik wakil ketua Komisi VI DPR tersebut.
Petugas keamanan dan aparat berpakaian loreng lengkap yang bersiaga di luar dan dalam rumah Eko Patrio tampak tak bisa berbuat banyak ketika orang-orang terus berdatangan.
Sementara itu, anggota DPR Surya Utama alias Uya Kuya, mengaku ikhlas rumahnya yang berada di Duren Sawit, Jakarta Timur, dijarah massa.
"Intinya aku ikhlas saja, enggak apa-apa aku ikhlas. Cuma yang sedih kucing-kucing, makhluk hidup dijarah, gitu saja," kata Uya Kuya, Sabtu (30/08/2025).
Rumah anggota DPR yang pertama kali menjadi sasaran penjarahan adalah rumah politisi Partai Nasdem, Ahmad Sahroni, di kawasan Priok, Jakarta Utara, yang didatangi massa pada Sabtu (31/08/2025) sore.
Meski awalnya massa hanya berniat menggelar aksi protes, situasi berubah menjadi aksi penjarahan.
Dalam insiden itu, massa mengambil berbagai barang berharga dari kediaman Sahroni, seperti perabotan, barang elektronik, brankas, hingga dokumen penting. Tidak ketinggalan, barang koleksi pribadi Sahroni seperti dua patung figur Iron Man dan Spider-Man, juga turut dijarah.
Selain menjarah, massa juga melakukan pengrusakan barang-barang yang ada dirumah, seperti mobil mewah koleksi Sahroni beserta isi rumah lainnya.
Sahroni sendiri dikabarkan tidak berada di rumah saat kejadian berlangsung dan disebut telah bepergian ke luar negeri.
Peristiwa penjarahan ini tentu saja cukup menggemparkan. Sebab, kejadian seperti ini belum pernah terjadi dalam sejarah politik Indonesia secara masif. Umumnya, aksi penjarahan oleh massa menyasar pada pusat perbelanjaan atau gudang logistik.
Dalam peristiwa penjarahan ini, Polisi baru berhasil menangkap terduga pelaku penjarah di rumah anggota DPR, Surya Utama alias Uya Kuya.
Total, Polres Jakarta Timur sudah menangkap sembilan orang terduga pelaku penjarahan.
Polisi menyebut rekaman video dan sejumlah barang yang dibawa pelaku menjadi alat bukti. Para pelaku penjarahan itu ditangkap di tempat kejadian perkara, kawasan Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Tak Ada Istilah Nonaktif bagi Anggota DPR
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai drama penonaktifan anggota DPR Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya hingga Adies Kadir hanya untuk meredam amarah publik sesaat.
“Gunakan bahasa yang tegas dan sesuai ketentuan formal. Jangan ambigu. Kalau tidak, ini hanya seperti drama untuk meredam masalah sesaat,” kata Titi.
Ini dikarenakan istilah nonaktif bagi anggota DPR tidak dikenal dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Menurutnya, langkah partai politik yang menyatakan menonaktifkan kadernya di DPR lebih merupakan kebijakan internal, bukan mekanisme hukum yang berdampak langsung pada status keanggotaan parlemen.
“Undang-Undang MD3 tidak mengenal istilah nonaktif. Yang ada hanya mekanisme pergantian antar waktu (PAW),” kata Titi dalam keterangannya, Minggu (31/8/2025).
Selain itu, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) juga tak disebutkan mengenai aturan nonaktif tersebut.
“Yang ada hanya meninggal, mengundurkan diri atau diberhentikan,” ujarnya.
Titi menjelaskan, proses PAW diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 17 Tahun 2014 jo. UU Nomor 13 Tahun 2019. Mekanismenya dimulai dari usulan resmi partai kepada pimpinan DPR, kemudian diteruskan kepada presiden. Presiden lantas mengeluarkan Keputusan Presiden untuk memberhentikan anggota DPR yang bersangkutan sekaligus menetapkan penggantinya, yakni calon legislatif dengan suara terbanyak berikutnya di daerah pemilihan yang sama pada Pemilu terakhir.
Selama proses itu belum ditempuh, Titi menegaskan anggota DPR yang dinyatakan “nonaktif” oleh partai tetap sah sebagai anggota dewan dengan seluruh hak dan kewajiban.
“Dengan kata lain, istilah nonaktif tidak memiliki konsekuensi hukum apa pun. Mereka masih berhak menerima gaji dan fasilitas,” ujarnya.
Titi menilai demi menjaga marwah pribadi dan kredibilitas partai, sebaiknya anggota DPR yang bersangkutan memilih mengundurkan diri secara sukarela.
“Itu lebih terhormat karena memberi kepastian hukum sekaligus menunjukkan sikap etis serta tanggung jawab kepada publik,” ucap dia.
Peringatan Bagi Pejabat Publik
Menanggapi aksi massa yang melakukan penjarahan dan pengerusakan kediaman sejumlah Anggota DPR dan pejabat negara, Pengamat Hukum Universitas Nasional (Unas) Ismail Rumadan mengatakan insiden ini menjadi peringatan tegas bagi setiap pejabat publik terutama para anggota DPR agar lebih hati-hati dalam menanggapi setiap tuntutan masyarakat.
“Seharusnya setiap narasi yang disampaikan ke publik dalam menjawab dan menanggapi setiap tuntutan masyarakat lebih memahami psikologi rakyat,” katanya kepada TheStance.
“Jangan sampai DPR memposisikan diri sebagai sang raja yang harus dilayani oleh rakyat, tanpa menyadari posisinya sebagai wakil rakyat,” sambungnya.
Ia mengungkapkan, setiap tindakan anarkis yang dilakukan oleh siapapun dan melanggar hukum, harus bertanggung jawab atas tindakannya. Konsekuensinya tentu bagi massa yang melakukan penjarahan dan pengerusakan akan menerima segala ganjaran sesuai dengan tindakan yang dilakukan.
Namun, Ismail menekankan, jangan sampai penanganan dari aparat keamanan tidak tepat dan salah bahkan terkesan beringas dengan tindakan menindas dan menggilas.
“Ini yang bisa memancing aksi yang meningkat dan lebih luas di daerah,” ucapnya.
Penjarahan Dilakukan Orang Terlatih dan Terorganisir
Koordinator Setara Institute, Hendardi mengingatkan publik agar tidak terpancing ikut menjarah, termasuk ke rumah-rumah anggota dewan dan pejabat negara. Penjarahan dipastikan bukan murni dari massa yang menggelar aksi demonstrasi secara konstitusional.
Hendardi menilai tindakan semacam itu yang memanfaatkan kemarahan publik merupakan gerakan terorganisasi yang biasa dilakukan oleh suatu kelompok dengan tujuan tertentu.
"Aksi anarkistis pada malam hari, dini hari, dan dilakukan dengan target adalah pola yang hanya bisa digerakkan oleh orang-orang terlatih," ujar Hendardi pada TheStance, Minggu, (31/8/2025).
Itu sebabnya, dia mengimbau, agar masyarakat tidak mengikuti gerakan tersebut. Lagi pula apa pun alasannya, penjarahan tidak dibenarkan oleh hukum.
"Betapa pun rakyat marah dengan para pejabat negara," ujar dia.
Apabila kondisi ini terus dibiarkan berlarut, Hendardi memprediksi akan terjadi aksi lanjutan yang lebih besar dan menyasar kelompok-kelompok lain yang lebih rentan.
Yang tak kalah berbahaya, ia mengungkapkan, kondisi terburuk dari situasi ini adalah adanya kebijakan baru yang represif, seperti darurat sipil atau darurat militer.
"Jangan sampai jadi pembenaran-pembenaran tindakan militer," ujar Mantan anggota Tim Pencari Fakta (TFPF) kematian aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir ini.
Ia juga mendesak pemerintah untuk segera mengambil alih kendali. Namun, dirinya mengingatkan, tindakan tegas untuk mengambil alih situasi tidak boleh dilakukan dengan kekerasan.
"Tindakan tegas tidak berarti penembakan, tetapi juga blokade teritori dan pencegahan yang serius dan sungguh-sungguh," ucapnya. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.