Senin, 04 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Meski Diyakini Tak Picu Pandemi, Risiko ‘Infeksi Kombinasi’ HMPV Bisa Fatal

Virus musiman ini dinilai tidak mematikan, kecuali jika terjadi infeksi kombinasi.

By
in Headline on
Meski Diyakini Tak Picu Pandemi, Risiko ‘Infeksi Kombinasi’ HMPV Bisa Fatal
Ilustrasi merebaknya flu di musim dingin. (Sumber: leonardo.ai)

Jakarta, TheStanceID – Pandemi baru dikhawatirkan muncul akibat kenaikan kasus keterjangkitan virus Influenza A dan Human Metapneumovirus (HMPV) di China. Namun, virus musiman ini dinilai tidak mematikan, kecuali jika terjadi infeksi kombinasi.

Jika melihat ke belakang, sejak 21 Juni 2023 lalu pemerintah telah menetapkan status pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang telah berjalan 3 tahun lamanya sejak 2 Maret 2020 menjadi endemi.

Menurut laporan World Health Organization (WHO) hingga 25 Oktober 2023, terdapat 6.813.429 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di Indonesia, dengan 161.918 kematian. Jawa Timur sebagai provinsi terpadat kedua menjadi episentrumnya. 

Setelah Covid-19 berakhir, semuanya bersorak sorai kembali ke rutinitas seperti biasa, seperti berkegiatan di luar rumah. Tidak lagi ada jarak aman antar orang di ruang publik, hingga masker tak lagi wajib dipakai.

Namun, berita di awal tahun 2025 memicu trauma Covid-19 setelah sejumlah rumah sakit di China dipadati pasien berobat dengan gejala mirip flu Covid-19. Publik pun bertanya-tanya apakah ini baka menjadi pandemi baru.

Pemerintah menegaskan bahwa virus HMPV berbeda dengan virus Covid-19. Lebih rinci, Covid-19 merupakan virus baru, sedangkan HMPV adalah virus lama yang mirip flu. Sistem imunitas manusia sudah mengenalnya dan mampu merespons dengan baik.

“Berbeda dengan Covid-19 yang baru muncul beberapa tahun lalu, HMPV adalah virus lama yang sudah ada sejak 2001 dan telah beredar ke seluruh dunia sejak 2001. Selama ini juga tidak terjadi apa-apa,” ujar Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, Senin (6/1/2024).

Budi juga menekankan bahwa HMPV sudah lama ditemukan di Indonesia, Ia sendiri mengaku telah melihat data di beberapa lab. “Ternyata beberapa anak ada yang terkena HMPV,” katanya.

Virus Musiman

Kecilnya risiko kemunculan pandemi seperti Covid-19 juga ditegaskan oleh Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman. Kata dia, virus ini sudah ada sejak lama dan tidak berpotensi memicu pandemi. Virus ini hadir karena siklus musiman.

"HMPV bukanlah virus baru. Virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 2001 dan sejak saat itu menjadi endemik dengan pola musiman, khususnya pada musim dingin di belahan bumi utara, sekitar Desember hingga Januari," jelas Dicky saat dihubungi TheStanceID, Minggu (5/1/2024).

Meskipun saat ini terjadi peningkatan kasus di China, dan sudah merebak di Malaysia dengan jumlah pasien terkonfirmasi sebanyak 327 orang, Dicky menilai situasi tersebut masih terkendali.

Peningkatannya sendiri terjadi karena beberapa faktor, mulai dari mutasi virus yang membuatnya lebih mudah menyebar, tingginya konsentrasi populasi di dalam ruangan, hingga mobilitas masyarakat saat liburan Tahun Baru dan menjelang Tahun Baru Imlek.

Gejala Mirip Flu

Kelompok yang paling rentan terhadap HMPV yaitu anak-anak di bawah 14 tahun dan lansia, terutama mereka dengan imunitas rendah.

Gejalanya menyerupai flu yakni batuk, demam, pilek, nyeri tenggorokan, dan sesak napas. Namun, gejala khas HMPV yaitu napas berbunyi (wheezing) dan bercak kemerahan pada kulit.

Virus ini, yang termasuk keluarga yang sama dengan Respiratory Syncytial Virus (RSV), campak, dan gondok, menyebar melalui droplet dan kontak erat, seperti batuk, bersin, bersalaman, atau menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi.

Oleh karena itu, Dicky menilai masyrakat perlu menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus tersebut.

"Yaitu dengan 5M: memakai masker, mencuci tangan secara rutin, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan tidak menyentuh permukaan benda secara sembarangan," jelasnya.

Waspadai Kombinasi Infeksi

Meski HMPV belum menjadi ancaman besar, ada potensi infeksi saluran pernapasan lain yang memperburuk situasi, seperti mikroplasma, influenza, atau bahkan Covid-19. Kombinasi infeksi ini dapat memperberat kondisi pasien yang memiliki komorbid.

"Untuk Indonesia, skrining di pintu masuk negara menjadi penting, disertai pemeriksaan dan karantina jika diperlukan, tetapi tidak seketat saat pandemi Covid-19," saran Dicky.

Dia juga mengimbau masyarakat, terutama yang berencana bepergian ke negara-negara bermusim dingin, untuk mendapatkan vaksinasi flu karena bisa membantu mengurangi gejala dan tingkat keparahan.

Dicky menekankan bahwa meskipun HMPV menunjukkan lonjakan kasus di China, potensi virus ini menjadi pandemi global tergolong kecil.

Penyebab Kesan Darurat

Mengomentari video viral tentang sebuah rumah sakit di China yang dipadati pasien untuk berobat karena HMPV, Dicky menilai situasi tersebut lebih disebabkan oleh kepadatan pasien lansia atau anak-anak yang membutuhkan pendampingan keluarga.

"Penting bagi masyarakat untuk tidak panik dan meningkatkan literasi kesehatan agar tidak termakan kabar yang tidak akurat," ujar Dicky.

Meskipun saat ini belum ada obat atau antiviral spesifik untuk HMPV, Dicky menyebut bahwa kasus-kasus ini dapat ditangani dengan terapi suportif.

"Banyak pasien dapat pulih sendiri jika mendapatkan penanganan yang tepat. Namun, ada kasus-kasus fatal yang umumnya terjadi pada lansia dengan komorbid atau mereka yang terlambat dideteksi," jelasnya.

Selain itu, pemerintah Tiongkok dan WHO juga menegaskan bahwa peningkatan kasus flu biasa di negara empat musim seperti Tiongkok sering terjadi pada saat musim dingin.

“Saya sudah lihat datanya, yang naik di China itu virusnya bukan HMPV tapi melainkan tipe H1N1 atau virus flu biasa. HMPV itu rangking nomor tiga di China dari sisi prevalensi, jadi itu tidak benar,” kata Menkes.

Pemantauan Tetap Dilakukan

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Aji Muhawarman menegaskan pencegahan virus HMPV tidak perlu seketat ketika masa pandemi Covid-19. Artinya, tidak akan perlu ada penguncian (lockdown) atau restriksi sosial lainnya.

“Relatif gejalanya ringan dan bisa sembuh sendiri seperti flu biasanya. Sementara untuk COVID-19 ini virus jenis baru. Kondisinya bisa dari asimptomatik hingga berat. Sehingga untuk penanganannya berbeda,” paparnya saat dihubungi TheStanceID.

Meski begitu, lanjut dia, pemerintah tetap melakukan prosedur pencegahan dengan pemantauan di pintu masuk internasional dengan kewajiban karantina kesehatan melalui pengamatan suhu dan gejala.

“Imbauan bagi masyarakat agar memperkuat daya tahan tubuh dengan perilaku hidup bersih sehat, istirahat cukup, makan bergizi, olahraga cukup. Jika sakit sebaiknya tdk bepergian dulu ke luar rumah. Terapkan protokol kesehatan 3M lagi,” tutupnya. (par)


Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\