Jakarta, TheStance – Jurnalis TV One, Leo Chandra Sibarani, mengalami kekerasan aparat ketika Live streaming Youtube di tengah kericuhan di halaman Polres Jakarta Utara, Sabtu (30/8/2025) Pukul 22.00 WIB.

Aksi tersebut terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial.

Dalam video itu, Leo awalnya bersembunyi di markas Damkar Koja untuk menghindari kerumunan. Namun, di tengah live report seorang aparat mendekati Leo dengan nada keras.

“Ini apa? Kamu siapa? Diam kamu!" Terdengar teriakan pria yang menghampiri Leo. Namun, layar sudah tidak menayangkan gambar suasana, hanya putih.

Suara kerusuhan sangat terdengar dari rekaman video itu. Leo sempat merintih "Aduh ya Allah" dalam video itu. Lalu dibalas dengan suara mengolok.

"Ya Allah, ya Allah, Ingat Allah sekarang, hah?" ujar orang yang terdengar berbicara dengan Leo.

Leo Chandra

Leo yang memperkenalkan diri sebagai wartawan RI 2 dari TV One menunjukkan kartu identitas pers resmi dengan cap Paspampres.

"Saya memang media, saya berani bersumpah. Saya tim RI 2," ujar Leo menjawab saat ditanya asal media.

Meski begitu, aparat tersebut tetap memaksa menghentikan siaran dan meminta agar ponselnya dimatikan.

"Bodo amat, mau tim RI 2 kek lu."

Tak lama, live streaming terputus dan layar berubah menjadi putih.

Banyak warganet mempertanyakan kondisi Leo usai insiden tersebut.

Tapi hingga artikel ini ditulis, belum ada keterangan dari TV One maupun Leo sendiri. Polisi juga belum memberikan pernyataan resmi terkait kekerasan tersebut.

AJI Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis Peliput Demonstrasi

Nany Afrida

Sejak januari 2025 sampai aksi demonstrasi 25 Agustus 2025 lalu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sudah terjadi 60 kasus kekerasan menimpa jurnalis peliput demo.

“Situasi ini tak hanya menimbulkan kerugian bagi warga, tetapi menempatkan jurnalis pada posisi rentan saat meliput,” kata Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, Senin (1/9/2025).

Bentuk kekerasan itu mulai teror, intimidasi, hingga dan serangan digital ke website media. Sebagian besar pelaku diduga dari militer dan kepolisian.

Berikut sekilas daftar kekerasan terhadap jurnalis peliput demonstrasi.

  1. Jurnalis foto Antara, Bayu Pratama S mengalami kekerasan ketika meliput demonstrasi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senayan, Jakarta, pada Senin 25 Agustus 2025.

  2. Dua jurnalis foto dari Tempo dan Antara dipukul orang tidak dikenal saat meliput demonstrasi di sekitar Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat, pada Kamis malam, 28 Agustus 2025.

  3. Pada hari yang sama, Jurnalis Jurnas.com mengalami intimidasi saat merekam aksi demonstrasi yang ricuh di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta pada Kamis malam, 28 Agustus 2025

  4. Dua wartawan di Denpasar Bali diintimidasi dan mengalami kekerasan yang dilakukan aparat saat sedang meliput demonstrasi di Polda Bali dan DPRD Bali.

  5. Pada Sabtu dini hari, 30 Agustus 2025, delapan jurnalis di Jambi yang sedang meliput, terperangkap di area gedung Kejati saat massa yang sebelumnya berdemo di gedung DPRD Provinsi Jambi merangsek ke area gedung Kejati. Mobil dinas Pemred Tribun Jambi yang diparkir di Kejati dibakar kelompok tertentu.

  6. Pada Minggu dini hari 31 Agustus 2025, Jurnalis TV One, Leo Chandra ditangkap, dipukul serta mengalami intimidasi saat melakukan siaran langsung melalui akun media sosialnya.

  7. Jurnalis dari Disway.id, Rafi Adhi, diduga disiram air keras oleh orang tak dikenal (OTK) saat meliput aksi demonstrasi di depan gedung Polda Metro Jaya, Jumat, 29 Agustus 2025.

“Kasus tersebut menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Padahal, di tengah gejolak politik-sosial yang memanas, publik justru membutuhkan liputan yang akurat, independen dan bisa dipercaya,” tambah Nany.

Liputan Media Dibatasi

Surat Edaran KPI

Selain kekerasan, AJI juga mencatat media didesak menyajikan berita yang “sejuk” dan “damai” tentang aksi demonstrasi, yang sangat berbeda dari kenyataan di lapangan.

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta, misalnya, mengimbau agar media tidak menayangkan kemarahan publik dalam aksi demonstrasi.

Tidak lama kemudian ftur Tiktok Live juga dibekukan.

Tiktok mengumumkan pembekuan fitur live streaming itu dilakukan secara sukarela, karena aksi demonstrasi yang rusuh dan penjarahan sering disiarkan langsung melalui Tiktok Live.

"Untuk menjaga TikTok sebagai ruang sipil dan aman," kata juru bicara TikTok, Sabtu, (30/8/2025).

Meski mengeklaim secara sukarela, banyak kalangan menilai pemerintah menekan Tiktok. Pasalnya sebelum pembekuan Tiktok Live, perwakilan Tiktok dan Meta diketahui dipanggil ke Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Praktik Represif Ala Orde Baru

Tolak Kekerasan Jurnalis

Nany menilai pers memang lagi ditekan terkait liputan aksi demonstrasi 25 Agustus.

"Upaya pembungkaman media dan platform hari-hari ini mengingatkan kita pada praktik represif Orde Baru,' katanya.

AJI pun memgecam upaya represif tersebut.

Dia menegaskan, kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Konsekuensinya, segala bentuk perintangan kerja jurnalistik --kekerasan, intimidasi-- adalah perbuatan pidana. Pelaku dapat dikenai pasal dan dipenjara.

"Kebebasan pers adalah syarat demokrasi, bukan barang yang bisa dinegosiasikan,” katanya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.