Jakarta, TheStance – Ketika legenda PSG dan Brasil, Ronaldinho, memanggil namanya di atas panggung untuk menerima trofi Ballon d’Or, yang oleh penggemar sepakbola disebut sebagai ”Oscar-nya Sepak Bola”, Ousmane Dembele langsung memeluk kedua orangtuanya.

Penyerang asal Prancis itu pun tak kuasa menahan air mata yang membuncah dari kedua matanya. Suaranya terdengar parau saat memulai pidato sambutan.

”Saya tak ingin menangis sebenarnya. Namun, ketika berbicara tentang keluarga saya dan orang-orang yang berkontribusi dalam hidup saya, air mata itu keluar begitu saja. Saya tidak bisa menahannya,” kata Dembele di Theatre du Chatelet, Paris, Selasa (23/9/2025) dini hari WIB,

Wajar jika bintang Paris Saint-Germain itu terharu. Perjalanannya panjang dan berliku sebagai anak keluarga imigran. Ibu dari Mauritania dan ayah dari Mali.

Sang ibu, Fatima, membesarkan Dembele seorang diri di Perancis dan merawat mimpinya jadi pemain bola. Bakatnya lalu mencuri perhatian sejak usia muda.

“Saya melihat dia melakukan hal-hal yang akan saya ingat seumur hidup. Seolah dia punya tangan di kakinya,” ujar Romaric Bultel, pelatih klub masa kecil Dembele, Evreux FC 27.

Dembele kini berdiri di puncak tertinggi dalam karir individu seorang pesepakbola, yakni terpilih menjadi pesepak bola terbaik sedunia.

Pesepakbola berusia 28 tahun ini berjaya usai membantu PSG meraih treble winner pertama klub serta sumbangan 35 gol dan 16 asis dari 53 penampilan di musim 2024-25.

Dengan segala capaian itu, ia berhasil mengalahkan ”bocah ajaib” Barca, Lamine Yamal, yang finis di urutan kedua. Serta rekan setimnya asal Portugal, Vitinha di urutan ketiga.

Tak Optimal Karena Langganan Cedera di Barcelona

Ousmane Dembele

Kesuksesan Dembele meraih trofi Ballon d'Or 2025 jadi inspirasi banyak pihak. Sebab, dia berhasil bangkit dari keterpurukan.

Pesepakbola yang mengawali karir di klub Perancis, Rennes, bisa menemukan performa terbaik dalam hidupnya setelah melewatkan fase awal usia emas dengan rentetan cedera.

Dembele direkrut Barcelona pada musim panas 2017. Sejatinya ia diplot untuk menggantikan Neymar Jr yang pergi ke PSG. Dia yang ketika itu masih berusia 20 tahun ditebus dengan harga fantastis, yakni 105 juta euro plus bonus dari Borussia Dortmund.

Harga itu dinilai pantas karena Dembele memang berkiprah manis saat membela Dortmund. Dari 50 penampilannya bersama Dortmund, dia mencetak 10 gol dan 12 asis.

Namun, "Bocah ajaib” paling berbakat pada masanya itu justru tenggelam di Barcelona. Dia dicap gagal karena tubuh yang sangat ringkih. Setelah sembuh cedera, datang cedera lain.

Di awal kedatangannya, Dembele memang bekerja fantastis. Dia sampai langsung dijuluki "The Next Neymar". Tetapi, cedera jadi momok untuk kariernya di Barcelona. Cedera otot paha, diikut cedera hamstring, engkel, hingga cedera lutut.

Sepanjang kariernya di Barcelona, dia tercatat 14 kali cedera, 784 hari absen, dan melewatkan lebih dari 100 pertandingan.

Butuh enam tahun, 2017-2023, sampai akhirnya Barca menyerah. Dia dilepas dengan mahar lebih rendah tiga kali lipat dari harga beli, alias didiskon besar-besaran, menjadi penanda bahwa dia gagal memenuhi target klub.

Bangkit dan Bersinar di PSG

Dembele - PSG

Keputusan Dembele pindah ke PSG dirasa sangatlah tepat. Sebab, di klub raksasa asal Prancis ini dia bisa bersinar. Sempat diremehkan di awal kedatangannya karena rekam jejak cederanya, Dembele membungkam semua pandangan itu.

Gaya hidup buruk, mulai dari makanan kurang sehat sampai kurang tidur, mulai ditinggalkan pesepakbola muslim ini. Perubahan gaya hidup itu ia lakukan sejak menikah dengan pacarnya, Rima, pada Desember 2021.

Dia memiliki anak sekitar setahun kemudian. Sejak itu, Dembele yang sudah menjadi sosok suami dan ayah pun kian fokus menjalani hidupnya, kalau tidak di dalam rumah ya di dalam lapangan.

Dembele juga memiliki fisioterapis pribadi di rumah dalam dua musim terakhir di Barca. Dia sering pulang ke Prancis untuk menjalani perawatan pencegahan cedera. Dembele juga menjalani diet dengan mempekerjakan ahli gizi profesional.

PSG benar-benar membantu Dembele kembali ke kondisi fisik terbaiknya. Pelatih, tim medis, hingga pelatih fisik klub bahu-membahu membantu Dembele sepenuhnya bugar.

Mereka meyakini, setelah sehat dan bugar, seorang pemain baru bisa memaksimalkan bakatnya. Itu yang dijalani Dembele bersama PSG pada musim lalu. Tentu tidak mudah mengembalikan kepercayaan diri setelah cedera berulang.

"Setelah satu cedera, dua, lalu tiga, Anda menyadari Anda harus menjaga tubuh. Sepak bola level tinggi membutuhkan itu. Tidak cukup hanya bakat. Saya paham harus memperkuat tubuh, makan sehat, dan tidur cukup. Semua itu terbayar hari ini di PSG,” katanya dikutip FourFourTwo.

Benar saja, kondisi ini membuatnya bisa jadi pemain kunci di PSG. Sejauh ini, Dembele sudah main di 99 laga bersama PSG.

Dari total penampilannya, Dembele sudah catatkan 43 gol dan 32 assist. Jumlah golnya ini jauh lebih banyak ketimbang saat main di Barcelona. Dari 185 penampilan bersama Blaugrana, dia bukukan 40 gol dan 41 asis.

Kepercayaan Luis Enrique

Dembele - Enrique

Salah satu faktor yang dipercaya ikut menentukan kembalinya performa terbaik Dembele adalah peran Pelatih PSG, Luis Enrique. Beruntung, dia dilatih oleh Enrique yang sangat paham dengan psikologis pemain.

Cedera, performa angin-anginan, hingga tudingan egois menempel kuat di diri Dembele pada musim pertamanya di Paris. Bahkan, musim lalu Enrique sempat mencoretnya di laga Liga Champions karena dianggap tak menghargai rekan setim.

”Saya melakukan sedikit kesalahan, tetapi keputusan itu (Enrique) sudah tepat,” kata Dembele saat ditanya di acara Ballon d’Or.

Namun, momen itu justru jadi titik balik. Enrique mengajarkan banyak hal baru, dari urusan teknis hingga non-teknis.

Dembele diperkenalkan posisi baru dalam karienya, sebagai penyerang palsu atau ”false 9”, dari semula pemain sayap. Sang pemain juga diberikan kepercayaan lebih untuk menjadi salah satu pemimpin dalam tim.

Terbukti, kemampuan Dembele meningkat dengan mentalitas dan posisi baru. Kelebihannya bukan hanya kecepatan atau kemampuan dribel. Sang penyerang juga tangguh dalam bertahan.

Dari semula winger penuh improvisasi, Dembele bertransformasi tampil lebih disiplin, lebih klinis, dan lebih haus kerja keras. ”Berikan Dembele Ballon d’Or hanya untuk cara dia bertahan di final,” kata Enrique setelah final Liga Champions.

Percikan api itu menyulut semangatnya. Pelatih memindahkannya ke peran sentral sebagai ujung tombak, dan semuanya berubah.

“Sekarang saya bermain di posisi yang memungkinkan saya berada di depan gawang, jadi saya hanya perlu mengonversi peluang, yang tidak mudah, tetapi saya sering kali berada di posisi yang tepat. Saya masih menggunakan kemampuan alami saya, dan itu membuahkan hasil," tutur Dembele.

Ballon d'Or Terasa Lebih "Manusiawi"

Ballon d'Or

Dembele sempat dicibit sebagai altet yang langganan cedera. Yang tak sabar pun meninggalkannya. Tetapi malam di Theatre du Chatelet, Paris, membuktikan bahwa kesabaran dan dedikasi Dembele akhirnya membuah hasil.

Ballon d'Or kali ini menjadi semacam refleksi tentang nilai kehidupan, di mana setiap luka butuh waktu, setiap kejatuhan butuh kebangkitan, dan setiap janji harus ditepati dengan kesabaran.

Tak heran, dengan segala pencapaiannya, para rekannya menyambut dengan suka cita capaian "Bola Emas" Dembele tersebut. Kylian Mbappe menyebut pencapaian Ballon d'Or Dembele sebagai "simbol kesetiaan pada mimpi."

Lionel Messi, mantan rekan sekaligus mentornya di Barcelona menegaskan bahwa bakat itu sudah ia lihat sejak awal. Termasuk sang pelatih, Luis Enrique mengakui bahwa Dembele berhasil membuktikan "stigma bisa ditaklukan dengan kerja keras".

Jika Ballon d'Or dua dekade terakhir terasa seperti adu statistik antara Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, tahun ini semuanya terasa lebih "manusiawi."

Kemenangan Dembele tidak muncul dari adu jumlah gol dan asis, atau banyak-banyakan piala yang diraih bersama tim masing-masing finalis.

Penghargaan tahun ini mengajarkan bahwa meskipun Dembele bukanlah sosok sempurna, rapuh, sering luka, sempat dipenuho keraguan, tetapi dia mampu bangkit dengan sedikit kesabaran, dan kepercayaan dari lingkungan sekitarnya.

Ia menjadi simbol bahwa rapuh bukan berarti kalah, jatuh bukan berarti tamat.

Baca Juga: Luis Enrique, Sosok di Balik Kemenangan PSG di Liga Champions, Tetap Tegar Meski Kehilangan Putri Tercinta

Siapa sangka pemain yang dulu dicap "beban" kini menorehkan tinta emas dengan kerja keras dan mampu mengembalikan esensi sepakbola yang sebenarnya yaitu sebagai permainan kerjasama tim bukan individu semata.

Dembele menjadi contoh bisa bangkit dan berkembang dengan support ekosistem yang ada saat ini, mulai dari keluarga, klub, hingga suporter. Alhasil, Kebangkitannya pun terasa bagai kemenangan bersama.

”Saya banyak mengalami momen sulit, seperti hidup pada umumnya. Ada momen sulit. Ada tantangan yang datang. Anda hanya perlu menghadapi itu,” pungkasnya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance