Rapor Buruk Lapangan Kerja & Pengupahan di Balik Aksi #KaburAjaDulu
Angka pengangguran mencapai 7,2 juta orang, tetapi hidden unemployment diprediksi tembus 12 juta.

Jakarta, TheStanceID - Tagar #KaburAjaDulu ramai menjadi pembahasan di berbagai media sosial dan semakin viral menyusul munculnya kembali komentar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada tahun 2023.
Dalam video itu, Bahlil mempertanyakan nasionalisme anak muda yang ingin kerja di luar negeri. Video itu pun mendapat kritikan dari sejumlah diaspora RI. Salah satunya yakni Vicky Natasha yang tinggal di Jerman.
"Beruntung bener kabur dari Indonesia apalagi setelah melihat video ini (video ucapan Bahlil)," ujarnya di laman Instagram pribadinya @vicky_natahsa, senin (17/2/2025).
Vicky yang kerap bikin konten edukasi buat guru dan orangtua di Indonesia ini berpandangan nasionalisme itu bukan soal KTP atau koordinat GPS. Bukan tentang di mana seseorang tinggal, tapi apa yang bisa dilakukan untuk negaranya.
"Banyak anak muda Indonesia yang pergi ke luar negeri bukan karena mereka gak cinta tanah air, tapi karena di sana mereka merasa lebih dihargai, lebih punya peluang, dan bisa berkembang lebih jauh," ujarnya.
Vicky justru bersyukur, dirinya merasa lebih bermanfaat tinggal di Jerman karena bisa membuka lapangan kerja untuk masyarakat Indonesia. "Udah kabur aja dulu ke Jerman di sini kamu gak akan kelaparan dan kesejahteraan terjamin."
Awal Mula #KaburAjaDulu
Tagar #KaburAjaDulu muncul pertama kali sebagai respons atas berbagai kebijakan pemerintah Indonesia yang kurang berpihak pada rakyat, rendahnya upah, korupsi, minimnya lapangan pekerjaan, hingga ketidakpastian ekonomi.
Berbagai unggahan dengan tagar #KaburAjaDulu berisikan konten seputar pengalaman dan tips belajar atau bekerja di luar negeri, hingga ajakan untuk hijrah ke negara lain yang lebih menjanjikan dalam hal kesejahteraan dan peluang kerja.
Dalam tren ini, banyak warganet merekomendasikan sejumlah negara seperti Jerman, Jepang, Amerika Serikat, hingga Australia sebagai negara yang tepat untuk pindah.
Mereka menilai bahwa sistem rekrutmen di negara-negara tersebut lebih berbasis pada keterampilan dan pengalaman kerja. Di sisi lain, banyak juga warganet yang merespons bahwa tren ini menjadi alarm bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Orang-orang pengen pindah ke luar negeri itu bukan karena di sana alamnya indah. Tapi karena sudah muak dengan kebijakan pemerintah, muak dengan pejabat korup, dan muak dengan pejabat yang banyak drama dan muak dengan ketidakadilan,” demikian cuitan warganet dengan akun @Regn di X.
Tren KaburAjaDulu menunjukkan kecenderungan bahwa banyak individu, khususnya anak muda dan tenaga profesional, yang serius mempertimbangkan migrasi ke luar negeri untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Fenomena ini seolah menjadi ironi besar dan tantangan bagi visi Indonesia Emas 2045, yang justru membutuhkan peran aktif generasi muda dalam membangun negeri.
Respons Pemerintah Tak Simpatik
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menilai warganet yang mengikuti tren #KaburAjaDulu adalah mereka yang kurang patriotik dan kurang mencintai Tanah Air.
“Kalau ada Kabur Aja Dulu itu kan dia ini warga negara Indonesia apa tidak? Kalau kita ini patriotik sejati, kalau memang ada masalah kita selesaikan bersama,” kata Nusron di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, (17/2/2025).
Nusron menyebutkan kabur bukan menjadi solusi bersama jika ada persoalan yang harus diselesaikan. Dia mengklaim selama ini pemerintah terbuka terhadap masukan atau kritik masyarakat.
“Kalau kemudian hopeless gitu seakan-akan kabur aja dulu, itu menandakan, ya mohon maaf kurang cinta terhadap Tanah Air. Jadi, kalau ada masalah ayo kita selesaikan. Masyarakat, pemerintah, siap berdialog," kata Nusron.
Senada, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan mengaku tidak mempermasalahkan tagar Kabur Aja Dulu yang ramai diperbincangkan masyarakat di medsos.
“Hastag-hastag enggak apa-apa lah, masak hastag kami peduliin,” kata Noel, Senin (17/2/2025).
Dia bahkan mempersilakan WNI yang ingin pergi dari Indonesia. Namun dia mengimbau agar WNI yang telah pergi tidak kembali lagi ke Indonesia. “Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi,” ujarnya setengah bercanda.
Sementara itu, atasan Ebenezer, yakni Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyikapi lebih bijak ramainya tagar Kabur Aja Dulu dan menilai hal itu sebagai bentuk aspirasi masyarakat yang menjadi tantangan bagi pemerintah.
“Ini tantangan buat kami kalau memang itu adalah terkait dengan aspirasi mereka. Ayo pemerintah create better jobs itu yang kemudian menjadi catatan kami dan concern kami,” kata Yassierli di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Ia mengakui memang ada banyak kesempatan bekerja di luar negeri. Namun, Yassierli meyakini tujuan WNI ke luar negeri untuk meningkatkan kemampuan. “Kemudian kembali ke Indonesia bisa membangun negeri, ya tidak masalah,” ujarnya.
Cerminan Kondisi yang Memburuk
Dosen Peneliti Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB Muhammad Yorga Permana menilai fenomena KaburAjaDulu bukanlah sekadar tren sesaat, melainkan cerminan dari kondisi ekonomi dan sosial yang terus memburuk bagi generasi muda.
Yorga mengidentifikasi ada tiga faktor utama yang mendorong anak muda mencari peluang di luar negeri. Pertama, kebijakan pemerintah yang dinilai tidak cukup menciptakan lapangan kerja.
Kedua, meningkatnya kesempatan kerja di luar negeri.
“Fenomena ini bukan hal baru, tetapi kini menjadi gunung es yang meledak akibat kombinasi angka pengangguran yang tinggi dan akses informasi yang lebih terbuka tentang peluang kerja serta beasiswa luar negeri,” katanya.
Ketiga, Kesiapan anak muda dalam menghadapi dunia kerja menjadi faktor krusial. Persiapan yang matang diperlukan agar mereka lebih siap dan tangguh dalam menghadapi tantangan di dunia kerja.
"Artinya rasa frustasi akibat persiapan yang belum cukup di masa transisi sekolah ke dunia kerja turut menjadi pendorong kemarahan mereka terhadap ketidakpastian iklim dunia kerja," kata Yorga dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).
Pemerintah Tak Meyakinkan
Yorga menambahkan kondisi pasar kerja Indonesia menghadapi tantangan serius di mana pekerjaan layak di Indonesia juga sangat terbatas. Angka pengangguran resmi mencapai 7,2 juta orang, tetapi hidden unemployment mencapai 12–15 juta orang.
"Selain itu, hanya 40% dari pekerjaan yang masuk kategori sektor formal, sementara 60% lainnya merupakan pekerjaan informal. Jika bicara sektor formal, sebenarnya hanya 24% dari mereka yang benar-benar memiliki kontrak kerja formal,” ujarnya.
Situasi ini, semakin diperburuk dengan gelombang PHK. Data resmi pemerintah menunjukkan lebih dari 80 ribu orang telah kehilangan pekerjaan di tahun 2024, dan kemungkinan jumlahnya lebih besar di realita.
Di sisi lain, kata Yorga, berbagai program pemerintah yang sering dipromosikan di media sosial seperti Pra Kerja, belum cukup meyakinkan anak muda karena lebih bersifat simbolis tanpa dampak nyata.
Untuk itu, dia melihat bekerja di luar negeri bisa menjadi solusi bagi anak muda asalkan memiliki persiapan matang. "Jika tidak siap, mereka bisa berakhir sebagai tenaga kerja ilegal. Namun, bagi knowledge workers, ini bisa menjadi kesempatan besar.”
Selain itu, bekerja di luar negeri dapat memberikan manfaat bagi Indonesia melalui brain circulation. “Diaspora dapat berkontribusi melalui jejaring internasional, transfer teknologi, atau bahkan kembali ke tanah air untuk membangun industri.”
Harus Punya Keahlian
Lebih lanjut, Yorga mengingatkan ada beberapa hal yang harus dipersiapkan anak muda sebelum bekerja di luar negeri. "Anak muda perlu meningkatkan daya saing dengan keterampilan digital, bahasa Inggris, dan kepercayaan diri,” katanya.
Apalagi, skor world digital competitiveness pekerja Indonesia juga masih tergolong rendah yaitu di angka 61 persen. Indonesia berada di peringkat 43 dari 67 negara dunia, serta posisi 11 dari 14 negara di Asia.
Pada akhirnya, Yorga menilai, yang bisa membuat anak muda lebih bahagia adalah peningkatan pendapatan, dan itu hanya bisa diraih melalui keterampilan.
"Ini menjadi pengingat bagi mereka yang meremehkan kondisi kelas menengah dan anak muda. Tagar #KaburAjaDulu bukan sekadar keluhan, tetapi realitas yang dihadapi generasi muda Indonesia saat ini," pungkasnya. (est)
Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.