Kisah Carlos Kaiser, Pesepak Bola Internasional yang Tak Bisa Main Bola
Dia bukan pesepak bola terbaik, tapi ia jelas pesepak bola terlicin. Bergabung klub bola meski tak bisa bermain bola, dan sukses menghindari tiap laga.

TheStanceID - Dalam dunia olahraga, atlet umumnya dikenal khalayak luas karena prestasi atau performanya di lapangan. Tapi tidak dengan Carlos Kaiser, pesepak bola yang tidak pernah turun bermain dalam satu pertandingan pun.
Leonel Messi dikenal luas karena skill-nya menggoyang gawang tim lawan, atau Michael Phelps, perenang asal Amerika Serikat (AS) yang berhasil memecahkan rekor dunia.
Tapi, semua logika itu langsung ambyar ketika kita bicara soal pesepakbola asal Brasil, Carlos Raposo. Tak pernah bertanding dalam pertandingan resmi, ia sukses bargabung di berbagai klub mulai dari Brasil hingga Prancis.
Dia dijuluki “Kaiser” karena wajahnya dianggap mirip dengan Franz Beckenbauer, legenda sepak bola Jerman yang dijuluki “Der Kaiser.”
Kalau Beckenbauer dikenal karena kepiawaiannya mengatur lini belakang, Carlos Kaiser justru dikenal karena sesuatu yang jauh dari itu: ia tak bisa menggiring bola, tak bisa menendang dengan benar, dan bahkan tak menyukai pertandingan bola.
Lantas, bagaimana bisa ia dianggap pemain bola profesional dan diajak gabung berbagai klub sepak bola?
Awal karier Kaiser dimulai ketika Carlos Alberto Torres, mantan kapten timnas Brasil, memberinya kesempatan. Meski penampilannya buruk dan ia segera dilepas, kesempatan itu cukup untuk membantunya berpindah-pindah klub.
Setiap kali pindah, ia mengandalkan kontrak lamanya dan cerita-cerita palsu tentang pengalaman bermain di luar negeri untuk meyakinkan klub barunya.
Penipu Ulung
Di awal 1990-an, ketika bergabung dengan klub Brasil Botafogo, Carlos Kaiser kembali menunjukkan “kemampuan spesialnya” dalam menghindari sepak bola. Bukan dengan teknik tinggi atau taktik canggih, tapi... dengan mainan.
Ya, kamu nggak salah baca. Di masa itu, Kaiser sering terlihat mondar-mandir di sekitar fasilitas klub sambil membawa—bukan sepatu bola, bukan peluit, tapi sebuah ponsel mainan.
Di ruang ganti, saat pemain lain sibuk mempersiapkan diri untuk latihan, Kaiser malah asyik di sudut, berbicara sendiri dengan semangat ke dalam benda plastik itu. Obrolannya? Campuran bahasa Portugis dan Inggris.
Nadanya tak jelas, tapi yang penting terdengar cukup keras untuk menarik perhatian pelatih dan rekan satu tim. Isinya kira-kira begini: sedang "dilirik klub luar negeri," "bernegosiasi dengan agen Eropa," atau "nyaris teken kontrak di Meksiko."
Semua omong kosong itu punya 1 tujuan: membuat klub kesal dan memecatnya sebelum ia benar-benar harus turun ke lapangan.
Strateginya sederhana: biarkan klub berpikir ia sedang berselingkuh secara profesional, agar mereka tersinggung dan melepasnya sebelum sempat sadar kalau ia tak bisa main bola.
Semua rekayasanya hampir terbongkar ketika salah satu pelatih klub mulai curiga, dan—seperti adegan komedi—menyadari bahwa ponsel mewah milik Kaiser ternyata mainan anak-anak. Tidak bisa menyala, tidak ada sinyal.
Tapi anehnya, sama seperti keseluruhan karier Kaiser, kejadian itu tak membuatnya langsung didepak. Entah bagaimana, entah kenapa, ia selalu berhasil lolos.
Memanfaatkan Kekuatan Berita
Di era ketika informasi tak semudah sekarang untuk dicek, Kaiser benar-benar memanfaatkan celah.
Ia membayar jurnalis untuk menulis berita palsu tentang kiprahnya di klub-klub asing. Berita-berita itu kemudian dijadikan “bukti” bahwa ia adalah pemain berpengalaman yang layak dikontrak.
Saat sesi latihan, Kaiser punya trik jitu: pura-pura sibuk dengan lari-lari kecil dan peregangan, tapi sebisa mungkin menjauh dari bola. Kalau pelatih menyuruhnya bermain, ia akan mengaku cedera.
Bahkan, demi terlihat meyakinkan, ia pernah membayar pemain muda untuk “mencederainya” dengan sengaja. Kadang ia juga beralasan ada musibah keluarga, seperti neneknya meninggal—padahal itu alasan daur ulang yang ia pakai lebih dari sekali.
Dalam satu kesempatan, ketika dokter tim bersikeras memeriksanya, ia bahkan menyiapkan laporan medis palsu. Kali ini dibantu oleh temannya yang seorang dokter gigi.
Kepada presiden klub, ia berkata, “Sudah dicek, ternyata masalahnya di gigi,” meskipun jelas alasannya tidak masuk akal, ujar Kaiser saat diwawancarai The Sun.
Yang lebih mengejutkan, klub-klub tetap saja merekrutnya. Salah satu alasannya adalah karena ia punya lingkaran pertemanan dengan pemain-pemain top seperti Romário, Renato Gaúcho, Edmundo, hingga Ricardo Rocha.
Rekomendasi dari mereka membuat klub percaya, dan kebohongan Kaiser pun terus berlanjut.
Nyaris Terbongkar
Dunia mungkin tidak akan pernah tahu bagaimana seorang pria bisa mengelabui sepak bola profesional selama bertahun-tahun hanya dengan akting, koneksi, dan ponsel mainan.
Dilansir dari Cherwell, pada tahun 1986, Carlos Kaiser “menyeberang” ke Eropa. Ia direkrut oleh klub Prancis, Gazélec Ajaccio. Tentu saja, ini bukan karena kemampuan bermain bolanya—karena kalau itu syaratnya, ia pasti sudah tereliminasi sejak awal.
Tapi, ya begitulah Carlos.
Begitu tiba, klub mengadakan sesi latihan terbuka untuk menyambut sang “bintang Brazil.” Di depan para fans yang penuh antusias, Kaiser tahu satu hal: jangan sampai ada yang tahu dia tidak bisa main bola.
Alih-alih menunjukkan teknik atau taktik, ia malah sibuk menendang bola ke tribun penonton. Satu per satu, bolanya mendarat di kursi-kursi penonton sambil sesekali ia mencium lambang klub di dadanya.
Reaksi penonton? Tentu saja terharu. Mereka kira ini ekspresi cinta sang pemain pada klub barunya. Padahal, itu cuma taktik agar tidak perlu melakukan passing atau dribbling.
Kaiser bahkan mengklaim bahwa ia bermain 8 tahun di Prancis dan menjadi legenda di Ajaccio. Wikipedia—dengan agak malu-malu—menulis bahwa ia “diduga” bermain di sana selama 2 tahun.
Padahal, ketua klub Ajaccio bahkan tidak ingat mukanya.
Nyaris Turun di Pertandingan
Titik paling absurd dari kisah hidup Kaiser terjadi di klub Brasil, Bangu. Di sinilah dia nyaris benar-benar main bola. Saat tim tertinggal 2-0, pelatih menyuruhnya pemanasan.
Bagi pemain lain, ini kesempatan membuktikan diri. Tapi bagi Carlos, ini ancaman eksistensial. Kalau sampai benar-benar masuk ke lapangan, semua akan terbongkar—dia bukan pemain, dia aktor. Bukan striker, tapi penipu yang bersih dari statistik.
Dan di sinilah kejeniusan gilanya muncul. Daripada bermain, ia malah bikin kerusuhan. Berpura-pura tersulut oleh ejekan suporter lawan yang bahkan tidak ada, ia lompat pagar dan mulai baku hantam.
Sebelum sempat masuk lapangan, wasit langsung kasih kartu merah. Dan... bukannya dipecat, klub justru memperpanjang kontraknya enam bulan dan menggandakan gajinya.
Alasannya? Karena ia “telah membela kehormatan klub.” Iya, kamu nggak salah baca.
Seluruh kisah hidupnya terdengar seperti film komedi berlatar masa keemasan sepak bola Brasil era 1970–1980-an tatkala sepak bola bukan hanya soal teknik. Namun, juga soal gaya hidup, penampilan, dan koneksi.
Saat itu, menjadi pemain bola bukan soal bisa mengoper atau mencetak gol. Yang penting: gaya. Rambut keriting, kemeja dibuka sampai dada, akses ke klub malam eksklusif, dan tentu saja, kemampuan berbohong dengan percaya diri.
Dan dalam semua hal itu, Carlos Kaiser adalah juaranya. Ia mungkin bukan pesepak bola terbaik, tapi ia jelas pesepak bola terkeren yang tidak pernah bermain.
Baca Juga: Francesco Acerbi, Simbol Remontada Sesungguhnya
Kisah hidup Carlos Kaiser ini kemudian diangkat menjadi sebuah film dengan judul Kaiser: The Greatest Footballer Never To Play Football.
Dan Carlos Kaiser tahu betul bagaimana memainkannya. Ia mungkin tidak mencetak satu gol pun, tapi ia mencetak sejarah sebagai satu-satunya pesepakbola profesional yang tidak pernah bermain.
Dengan rambut keriting, senyum percaya diri, dan akting kelas Oscar, Carlos Kaiser membuktikan satu hal: kalau kamu tidak bisa menjadi pemain terbaik, jadilah pemain yang tidak bisa dimainkan sama sekali. (mfp)
Simak info kebijakan publik & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.