Kepala Babi di Tempo, Potret Memburuknya Kebebasan Pers Era Prabowo
Intimidasi terhadap insan pers di era Prabowo diprediksi meninggi, di tengah lemahnya penegakan hukum.

Jakarta, TheStanceID - Dugaan intimidasi dan teror kembali terjadi. Setelah menimpa aktivis Kontras pada akhir pekan lalu, teror kali ini giliran menimpa jurnalis.
Terbaru, kantor Tempo menerima paket berisi bangkai kepala babi pada Rabu (19/3/2025). Paket yang dikemas dalam kotak kardus berlapis styrofoam tersebut ditujukan kepada “Cica”, nama panggilan Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik.
Berdasarkan keterangan redaksi Tempo, paket tersebut disebut diterima satuan pengamanan pada Rabu (19/3/2025) pukul 16.15 WIB. Namun, Cica baru menerima paket tersebut pada Kamis (20/3/2025) pukul 15.00 WIB usai melakukan liputan.
Saat telah mendapati paket, rekannya yang membantu membuka kotak itu mencium bau busuk ketika baru membuka bagian atas kardus tersebut. Lalu ketika styrofoam terbuka, rekannya melihat kepala babi dengan dua telinga yang terpotong.
Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra mengatakan kiriman paket berisi kepala babi tersebut sebagai bentuk teror terhadap kebebasan pers.
"Kami mencurigai ini sebagai upaya teror dan melakukan langkah-langkah yang menghambat kerja jurnalistik," kata Setri dalam keterangan resminya Kamis (20/3/2025).
Wakil Pemimpin Redaksi Tempo Bagja Hidayat menambahkan kejadian ini bukan teror pertama. "Namun [ini] teror pertama [yang] memakai potongan organ makhluk hidup," katanya.
Meski begitu, dirinya tidak bisa menyimpulkan apakah ancaman tersebut berkaitan dengan pemberitaan soal RUU TNI, sebab hampir seluruh liputan Tempo mengandung kritik.
Melapor ke Bareskrim Polri
Atas teror kepala babi tersebut, Tempo didampingi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) akhirnya melapor ke Bareskrim Polri, pada Jumat (21/3/2025).
Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Erick Tanjung menilai teror ini merupakan bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Selain juga dianggap sebagai ancaman terhadap nyawa jurnalis. "Jadi yang kami laporkan itu adalah pengiriman paket kepala babi dengan dua telinga dipotong," ujar Erick Tanjung dalam keterangannya.
Ada dua pasal yang dipersangkakan dalam laporan ini, yaitu Pasal 18 ayat 1 UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman 2 tahun penjara, serta pasal 335 KUHP tentang ancaman dengan kekerasan.
“Jadi, pasalnya tadi yang dipakai pasal 18 ayat 1 pasal pidana di pers yang menghambat kerja jurnalistik, itu ancaman pidananya 2 tahun penjara,” ungkapnya.
Menurutnya, teror kepala babi itu berdampak pada sejumlah jurnalis Tempo. “Cica ini mengalami trauma dan sampai saat ini tidak bisa bekerja ya, ini juga membuat kekhawatiran terhadap timnya yang lain, jurnalis Tempo yang lain, Tim Bocor Alus.”
Hal-hal itu, kata Erick, telah memenuhi unsur-unsur menghambat kerja-kerja jurnalistik dan mencederai kemerdekaan pers.
Dalam laporan ini, redaksi Tempo juga telah menyerahkan sejumlah bukti, termasuk rekaman CCTV. Seperti, rekaman di sisi resepsionis dan posko sekuriti.
“Di situ ada nomor plat kendaraannya dan pelaku yang mengirimkan juga sempat buka helm,” kata Erick, mendesak Polri mengusut tuntas hingga otak pelakunya.
Aparat Harus Bertindak Tegas
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengecam keras aksi teror dan menyebut "paket kepala babi" yang dikirimkan kepada jurnalis Tempo sebagai bentuk nyata ancaman dan teror terhadap independensi pers dan kebebasan pers.
Padahal, kemerdekaan pers sudah dijamin dalam Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dia menilai bahwa teror terhadap wartawan bukan hanya tindakan premanisme, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia.
"Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia paling hakiki. Jika jurnalis dianggap keliru, ada mekanisme yang bisa ditempuh, bukan dengan teror," ujar Ninik di kantornya, Jumat (21/3/2025).
"Dan jika ada pihak-pihak yang berkeberatan atas kesalahan para wartawan tersebut atau produk jurnalistiknya, merasa dirugikan atas pemberitaan, maka bisa ditempuh hak jawab. Itu diatur dalam UU Pers serta kode etik jurnalistik."
Ninik berharap kepolisian mengusut tuntas pelaku teror ini. Jika dibiarkan, maka ancaman serta teror serupa akan berulang.
Kepada insan pers nasional, Ninik menyerukan agar teror ini tidak membuat mereka takut dan tetap berkomitmen menjalankan tugas jurnalistik secara profesional.
"Pers harus tetap kritis dalam menyampaikan kebenaran dan memberikan informasi utuh kepada masyarakat," tutupnya.
Erick memperkirakan serangan terhadap jurnalis di era Prabowo akan tinggi, mengingat tidak adanya kasus kekerasan jurnalis yang berujung titik terang.
Pada gilirannya, kebebasan pers dalam menjalankan fungsi kontrol pun terancam. "Yang pertama yang rugi itu bukan hanya komunitas pers atau jurnalisnya, tapi kepentingan publik," tegasnya.
Dampaknya, ketika kejadian kekerasan berulang, jurnalis atau media pun tak berani mengungkap kasus atau skandal besar sehingga hak publik akan informasi menjadi terbatas.
Kebebasan Pers Kian Memburuk
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Nany Afrida menilai teror kepala babi ini menempatkan kebebasan pers di Indonesia ke posisi lebih buruk setelah dalam 2 tahun terakhir banyak terjadi kasus kekerasan terhadap jurnalis.
"Teror ini harus dimaknai sebagai serangan dan ancaman bagi kepentingan publik khususnya hak masyarakat atas berita berkualitas di Indonesia," ujar Nany dalam keterangannya (21/3/2025)
Selain itu, fenomena ini juga bagian dari upaya memberangus fungsi pers, kontrol sosial dan mengawasi kekuasaan yang sewenang-wenang.
"Bayangkan kepala babi telinganya dipotong, itu kan seperti kasih tahu bahwa 'kalau kamu nulis lagi, kamu akan mengalami seperti itu," katanya.
Data AJI Indonesia mencatat ada 101 kasus kekerasan pada 2023 dan setahun berikutnya ada 73 kejadian. Pada 2020, angkanya sempat tinggi yakni 85 kasus, namun tahun-tahun setelahnya turun menjadi 48 kasus dan 68 kasus.
Menurut Nany, setiap perkara yang masuk ke lembaganya pasti dilaporkan ke kepolisian, tetapi ayoritas pelakunya tak tertangkap.
Sebelumnya juga terjadi teror terhadap jurnalis Tempo yang juga host siniar Bocor Alus Politik, berupa pengrusakan kendaraan, tetapi polisi tak mampu menyelesaikan perkara itu.
Hal ini mengindikasikan menunjukan minimnya keberpihakan penegak hukum terhadap pekerja pers. Nany mendesak aparat penegak hukum tidak menjalankan modus penundaan penuntasan perkara tanpa alasan atau undue delay di kasus ini. (est)
Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.