Ekonomi Triwulan I-2025 Melemah 4,87 Persen, Daya Beli Masyarakat Anjlok

Daya beli masyarakat sudah lemah, tapi makin diperparah oleh kebijakan fiskal pemerintah.

By
in Headline on
Ekonomi Triwulan I-2025 Melemah 4,87 Persen, Daya Beli Masyarakat Anjlok
Foto ilustrasi/net.

Jakarta, TheStanceID -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi triwulan I-2025 (Januari-Maret) hanya tumbuh 4,87%.

Ini disampaikan Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers, Selasa 5/6/2025).

Kinerja ekonomi di triwulan awal 2025 ini lebih rendah dibandingkan triwulan I-2024 yang sebesar 5,11% (year on year), juga lebih rendah dibandingan triwulan IV-2024 yang sebesar 5,02% (quarter to quarter)

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwuan I-2025 adalah sebesar 4, 87% bila dibandingkan dengan triwulan I-2024 atau secara year on year, sementara quarter to quarter minus 0,89%," kata Amalia.

Mengapa terjadi perlambatan ekonomi? Bukankah pada bulan Maret 2025 ada momentum Ramadhan dan Lebaran, di mana konsumsi masyarakat biasanya meningkat?

Daya Beli Masyarakat Melemah, Konsumsi Lesu

Sekadar catatan, banyak ekonom tidak terkejut dengan kelesuan ekonomi di triwulan I-2025 ini. Sebelumnya bahkan sudah ada semacam konsensus bahwa pertumbuhan triwulan I-2025 tidak akan mencapai 5%.

Pasalnya, selama momen Ramadhan lalu, pengusaha sudah mengeluhkan kinerja penjualan yang tidak seramai biasanya. Konsumsi masyarakat melemah.

Ketua Umum Gabungan Pengisaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman, misalnya, mengatakan bahwa lazimnya pada momen Ramadhan dan Lebaran, industri makanan mendapatkan berkah karena konsumsi masyarakat meningkat.

Tapi pada Lebaran 2025 ini hal itu tidak terjadi.

"Selama Lebaran kemarin tidak sesuai dengan harapan, lebih rendah dari tahun lalu," katanya, Senin (5/5/2025).

Adhi mengatakan lemahnya daya beli masyarakat ini karena saat ini marak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor.

"Daya beli kelas menengah bawah ini memang agak jelek ya. Kelas menengah atas masih punya kekuatan daya beli, tapi kan jumlah mereka terbatas," tambahnya.

Lesunya konsumsi ini juga tercermin di data BPS.

Pada triwulan IV-2024, konsumsi masyarakat mampu tumbuh 4,89%. Tapi pada triwulan I-2025 ini, konsumsi turun menjadi 4,89%.

Alhasil, pada triwulan I-2025 ini konsumsi hanya menyumbang 2,61% terhadap pertumbuhan ekonomi, turun 0,1% dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 2,62%.

Belanja Pemerintah juga Turun

Faktor lain yang menyebabkan perlambatan adalah turunnya belanja pemerintah.

Amalia menjelaskan pada triwulan IV-2024 (Oktober-Desember) ada momen Pemilu 2024. Ini membuat belanja pemerintah pada periode itu tinggi hingga mengerek pertumbuhan.

"Tahun lalu ada pemilu, tahun ini tidak ada pemilu. Itu salah satu (penyebab)," katanya.

Dari data BPS, pada triwuan IV-2024, belanja pemerintah berkontribusi 1,09% terhadap pertumbuhan ekonomi. Tapi pada triwulan I-2025 hanya berkontribusi 0,08%.

Amalia juga menyinggung kebijakan efisiensi anggaran pemerintan. Dia menjelaskan itu juga berdampak karena belanja menjadi tertahan, dan baru akan terlihat kontribusinya pada triwulan II-2025.

Selain itu ada faktor kinerja industri yang melambat, terutama industri pengolahan. Pada triwulan I-2025 industri pengolahan hanya tumbuh 4,55%, turun cukup drastis dari pertumbuhan triwulan IV-2024 yang sebesar 4.89%.

Alarm Keras

Lembaga think thank ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dalam rilisnya menyebut perlambatan ini merupakan alarm keras perlambatan ekonomi.

Kebijakan fiskal Prabowo yang melakukan pengetatan anggaran juga dinilai makin memperparah perlambatan ekonomi tersebut.

Padahal sesuai prinsip counter-cyclical, ketika daya beli masyarakat melemah dan ekonomi melambat, pemerintah harus menggenjot belanja agar pertumbuhan ekonomi terus berjalan. Belanja pemerintah harus mengambil alih peran konsumsi masyarakat yang lesu agar ekonomi terus tumbuh. Jadi, pemerintah banyak mengeluarkan uang ke masyarakat lewat berbagai program, bukannya melakukan pengetatan anggaran.

"Konsumsi pemerintah yang seharusnya menjadi jangka pertumbuhan justru dikontraksi oleh efisiensi anggaran sebesar Rp300 triliun," demikian rilis Indef, Selasa (6/5/2025).

Masalah Utama: Daya Beli Turun

Kalangan ekonom menilai pelemahan pertumbuhan ini terutama didorong oleh pelemahan daya beli masyarakat.

Ini antara lain disampaikan ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin. Menurutnya memang ada faktor efisiensi anggaran dan kondisi global, tapi faktor yang paling berpengaruh adalah pelemahan daya beli masyarakat.

"Faktor perlambatan daya beli yang paling berpengaruh, dan ini sudah terlihat sejak pertengahan 2024, dan makin mengkhawatirkan ketika Lebaran 2025 di mana peredaran uang enurun dibanding Lebaran tahun-tahun sebelumnya," katanya, Senin (5/52025).

Hal senada disampaikan Direktur Ekonomi lembaga think thank Celios, Nailul Huda.

Menurutnya perlambatan ini terutama karena masalah daya beli masyarakat kian turun. Indikator pelemahan itu antara lain terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang makin lemah pada periode Januari-Maret 2025.

Sebagai perbandingan, pada Lebaran 2023 misalnya, konsumsi rumah tangga mencapai 5,22%. Tapi pada Lebaran 2025. konsumsi sudah tidak mampu lagi menembus angka 5%.

"Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari 4,91% pada kuartal I/2024 menjadi 4,89% pada kuartal I/2025 merupakan sebuah peringatan dini. Padahal, di kuartal I/2025 terjadi perayaan hari besar keagamaan Hari Raya Idulfitri," katanya dalam keterangan resmi, Senin (5/5/2025).

Mengatasi ekonomi yang makin menunjukkan sinyal bergerak ke arah pelemahan ini menjadi tantangan serius pemerintah.

Upaya meningatkan daya beli masyarakat, antara lain lewat investasi atau pembukaan lapangan kerja, harus terus digenjot sebelum pelemahan ekonomi makin dalam dan berisiko resesi. (bsf)

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\