Bawa Seniman, Aksi Kamisan Muncul di Semarang Kawal Kasus Gamma

Beda dari Aksi Kamisan Jakarta, Aksi Kamisan Semarang dibarengi penindakan hukum atas tersangka.

By
in Pop Culture on
Bawa Seniman, Aksi Kamisan Muncul di Semarang Kawal Kasus Gamma
Peserta aksi berorasi dalam Aksi Kamisan di Semarang, pada Kamis (6/3/2025) menuntut keadilan atas terbunuhnya Gamma Rizkynata Oktavandy. (Sumber: istimewa)

Semarang, TheStanceID — Mengenakan pakaian bernuansa gelap, mereka berkerumun di depan Gedung Polda Jawa Tengah Kamis (6/3/2025). Seratus hari berlalu, mereka tidak ingin pembantaian Gamma oleh polisi berakhir menguap di Tugu Muda.

Massa tersebut berkumpul dalam peringatan 100 hari kematian Gamma Rizkynata Oktavandy, pelajar SMKN 4 Kota Semarang yang tewas ditembak Aipda Robig Zaenudin, eks anggota Polrestabes Semarang pada 24 November tahun lalu.

Tekak kering karena puasa tak menyurutkan semangat mereka dalam aksi untuk mendorong keadilan atas pembunuhan di luar pengadilan (pre-judicial killing) aparat kepolisian tersebut.

Tak cukup menjadi korban kebengisan Robig, Gamma juga menjadi korban narasi bohong yang disebarkan pihak kepolisian. Bukan oleh oknum, melainkan oleh kepolisian sebagai institusi.

Narasi resmi—tapi bohong—versi polisi sempat dikutip media massa, yang menyatakan bahwa Gamma terlibat dalam aksi tawuran, sehingga menjadi sasaran tembak Robig.

Namun, setelah dilakukan pengusutan atas desakan warganet yang terpicu oleh sejumlah saksi dan keluarga, terbukti tidak ada tawuran.

Polisi bohong. Peluru itu memang sengaja dilepaskan Robig ke arah Gamma. Dan hingga 100 hari sejak kematian Gamma, massa itu pun berkumpul, mempertanyakan kelanjutan proses hukum yang terjadi.

“Kita segera menuntut untuk pengadilan untuk mengadili Robig dalam kasus pidana segera dilakukan soal untuk kasus hukumnya,” ujar Fathul Munif, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, yang ikut bergabung.

LBH Semarang Ikut Serta

Aksi Kamisan sekaligus memperingati 100 hari meninggalnya Gamma itu berlangsung dari sekitar pukul lima sore jelang waktu berbuka puasa, dibuka dengan orasi oleh Cornelius Gea dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang.

Jari kiri Cornel menunjuk-nunjuk orang-orang berseragam dan gedung yang melindungi aparat. Kegeraman tak dapat disembunyikan dari nada orasinya.

“Bubarkan saja!” tuturnya, sebagai bentuk kemuakan atas buruknya kinerja institusi kepolisian yang selama ini hidup dari uang pajak yang disumbangkan oleh rakyat.

Tidak hanya Cornel yang berorasi, orang-orang yang hadir juga silih berganti untuk mengutarakan uneg-uneg dalam aksi kamisan yang diberi tajuk “Seratus Hari Gamma Dibunuh Polisi.”

Senada dengan Cornel, isi dari narasi yang disuarakan tak jauh dari kutukan, kecaman, dan kekecewaan atas kinerja institusi yang seharusnya berdiri bersama barisan rakyat itu.

Munif yang turut bersuara di akhir orasi secara simbolis melemparkan rangkaian bunga ke arah kumpulan orang berseragam yang memantau jalannya aksi kamisan.

“Hari ini saya melempar bunga, satu bulan ke depan atau beberapa tahun ke depan bukan bunga yang saya lempar karena kemarahan kami semakin besar,” tutur Munif yang ditemui di tengah-tengah Aksi Kamisan.

Kejari Akhirnya Ambil Alih

Pada hari yang sama aksi digelar, Polda Jateng akhirnya memutuskan melimpahkan Robig ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang. Sebelumnya sempat muncul kekhawatiran bahwa kasus itu akan berakhir sanksi administratif belaka.

"Hari ini Kamis, tanggal 6 Maret 2025 telah dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti atas nama Robig Zaenudin bin Mulyono," kata Kepala Kejari Kota Semarang Candra Saptaji seperti dikutip Detik.

Robig lantas ditahan di rumah Kelas I Semarang, Jalan Dokter Cipto, Kelurahan Kebonagung, Kecamatan Semarang Timur.

"Berdasarkan alasan yang objektif dan subjektif terhadap terdakwa kita lakukan penahanan tahap penuntutan selama 20 hari di rutan kelas 1 Semarang," jelasnya.

Robig bakal dijerat dengan Pasal 80 (3) dan Pasal 80 (1) Undang-Undang Perlindungan Anak; atau Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 (1) KUHP; atau Pasal 351 (3) KUHP dan Pasal 351 (1) KUHP.

"Ancaman hukuman maksimalnya 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 3 miliar," ungkap Candra.

Sarat Kritik Sosial

Mengawal proses tersebut, Aksi Kamisan di Semarang tidak berhenti menjadi pentas mengutuk tindak tanduk aparat. Para seniman juga hadir bernyanyi dan memetikkan gitar menyuarakan kritikan sosial atas negeri ini.

Menjemput malam hari dengan sayup-sayup suara azan Maghrib, menjadi pertanda waktu untuk berbuka puasa. Panitia penyelenggara Aksi Kamisan mempersilahkan peserta untuk membatalkan puasa dengan takjil yang sudah disediakan.

Teh hangat yang dituangkan dari galon ditemani dengan camilan hasil bumi macam ubi manis dan kacang tanah menjadi menu berbuka. Orang-orang meriung untuk rehat sejenak sambil menikmati suguhan takjil.

Setelah perut terisi dan rasa dahaga telah hilang, hadirin kembali berkumpul. Kali ini panitia penyelenggara Aksi Kamisan membagikan setangkai bunga segar kepada massa sebagai simbol suburnya perjuangan.

Berdiri di tengah menghadap kerumunan, tiga perwakilan muda-mudi dengan latar belakang kepercayaan yang berbeda memanjatkan doa sesuai ajaran masing-masing.

Setelah doa bersama diaminkan, tampil pemuda yang membacakan puisi. Bait awal puisinya menuturkan kondisi karut marut negara saat ini yang seakan takut dikritik lewat karya seni.

Pembacaan Tuntutan

Sekitar pukul 18.30 WIB panitia membentuk formasi baru. Tidak lagi membelakangi Gedung Polda Jawa Tengah, kini mereka menghadap ke gedung berwarna coklat yang menjulang itu.

Sambil memegang setangkai bunga, tuntutan massa aksi kamisan dibacakan oleh perwakilan massa untuk aparat Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Tengah sebagai sesi menutup Aksi Kamisan.

Mereka menuntut kepala kejaksaan Provinsi Jawa Tengah segera melimpahkan Robig ke pengadilan dan memberikan tuntutan yang seberat-beratnya.

Lalu, mendesak Kapolri khususnya Komisi Etik untuk melakukan proses banding dengan transparan dan akuntabel serta mempertimbangkan rasa keadilan keluarga korban dan masyarakat sipil.

Mereka juga mendesak Kapolri khususnya Ketua Majelis Komisi Etik yang menangani perkara permohonan banding Robig, untuk menolak permohonan banding dari pihak Robig.

Selain itu, mereka menuntut kapolri memecat Kapolrestabes Semarang Kombes Polisi Irawan dari kepolisian atas upayanya melemparkan informasi yang menutup-nutupi fakta penembakan Gamma.

Tuntutan telah dibacakan, Aksi itu berakhir damai. Kerumunan berangsur sepi membubarkan diri berbarengan dengan diputarnya lagu Bayar, Bayar, Bayar milik band Sukatani.

Berbeda dari aksi Kamisan di depan Istana Negara Jakarta yang belum berujung pada penindakan kasus HAM berat, Aksi Kamisan di Semarang dibarengi dengan penindakan hukum atas tersangka.

Bisa jadi, karena tidak ada jenderal dan tokoh besar yang namanya terseret di sana. (mfp)

Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.