Banyak Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya Tak Terdata, Jadi Momok Tiap Tragedi Kapal Tenggelam

Berdasarkan data manifes KMP Tunu Pratama Jaya, saat tenggelam, kapal membawa 53 orang penumpang, 12 kru, dan 22 kendaraan. Namun, fakta di lapangan mengungkap puluhan korban dilaporkan oleh keluarga mereka tidak masuk dalam daftar penumpang (manifes).

By
in Headline on
Banyak Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya Tak Terdata, Jadi Momok Tiap Tragedi Kapal Tenggelam
Ilustrasi Kapal KMP Tunu Pratama Jaya yang tenggelam di Selat Bali, Rabu malam (2/7/2025). (Sumber : Humas Kemenhub)

Jakarta, TheStanceID – Tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, pada Rabu (2/7/2025) malam, menjadi luka mendalam bagi dunia transportasi laut Indonesia.

Dalam waktu kurang dari 30 menit setelah bergerak dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi Jawa Timur, kapal yang hendak menuju Gilimanuk, Bali, itu karam di perairan yang dikenal ramai lalu lintas dan rawan arus kuat.

Manifes atau daftar penumpang kapal pun menjadi sorotan.

Penyebabnya, berdasarkan data manifes KMP Tunu Pratama Jaya, saat kejadian, kapal sedang membawa 53 orang penumpang, 12 kru, dan 22 kendaraan. Namun, fakta di lapangan berbeda. Ditemukan banyak penumpang yang tidak terdata dalam manifes.

Hingga Sabtu (5/7/2025) pagi, dari total 65 penumpang dan awak kapal KMP Tunu Pratama Jaya yang tercatat dalam manifes, sebanyak 36 orang di antaranya sudah ditemukan.

Dari 36 korban yang ditemukan, 6 orang di antaranya meninggal dunia, 30 orang selamat. Sedangkan 29 orang lainnya masih dalam pencarian.

Tapi ada dua jenazah laki-laki ditemukan mengambang di perairan Selat Bali pada Minggu (6/7/2025). Hingga Minggu malam, kedua jenazah itu belum teridentifikasi.

Kuat dugaan mereka adalah bagian dari 29 penumpang yang diperkirakan hilang saat kapal tenggelam.

Banyak Penumpang Tidak Masuk Manifes Kapal

Muncul dugaan bahwa korban tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali melebihi data di manifes. Ini diperkuat dengan keterangan sejumlah keluarga penumpang yang nama anggota keluarganya tidak masuk dalam data manifes.

Salah satunya, Yatini, warga Desa Yosomulyo, Banyuwangi. Dia mengaku kalau suaminya, Fauzey bin Awang, tidak masuk dalam manifes. Padahal, mobil travel bernopol DK 7994 yang ditumpangi suaminya, tercatat dalam muatan kapal.

Saat peristiwa tragis itu terjadi, suami Yatini yang merupakan WNA Malaysia, hendak kembali ke negaranya melalui Bandara Ngurah Rai, Bali. Ia berangkat naik travel dari rumah Yatini pada Rabu (2/7/2025) pukul 21.00 WITA.

"Setelah itu saya coba hubungi, tetapi tidak bisa. Tetapi saya pastikan plat nomor travelnya benar. Sekarang saya menunggu kepastian keadaan suami saya," kata perempuan berusia 60 tahun tersebut.

Nasib sama juga dialami Rani Komala Sari, (43 tahun), warga asal Tuban, Kuta, yang sejak dua hari terakhir menunggu kabar Putri Permatasari (21 tahun), calon menantunya.

Awalnya, Rani masih belum yakin bahwa Putri menjadi korban kapal tenggelam, karena di dalam manifes penumpang nama Putri tidak tercantum.

Sebelumnya, Putri berangkat ke Bali dengan mobil travel dan sudah mengabarkan kepada Rashyid, calon suaminya kalau ia (Putri) sedang dalam perjalanan.

”Anak saya sudah nunggu tidak datang,” katanya.

Alangkah kagetnya, pada Kamis (3/7/2025) pagi, calon besannya alias ibu dari Putri, mengabarkan bahwa kapal yang membawa Putri menyeberang dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk tenggelam.

Meskipun pemilik travel meyakinkan bahwa Putri merupakan penumpang mobil travel dalam kapal yang tenggelam, Rani belum percaya karena tidak ada dalam manifes penumpang.

Perbedaan Data Manifes Jadi Perhatian Menhub

Data manifes

Tak hanya dua penumpang tersebut. Pantauan di posko Pelabuhan Ketapang, ada beberapa dari nama-nama yang terdapat dalam papan data penumpang yang ditemukan tim SAR gabungan, namun mereka tidak tercantum dalam data manifes penumpang.

Semisal, nama Abu Khoir yang masuk data korban selamat, namun tidak ada dalam manifes penumpang.

Begitu juga nama Fitri April, yang tercatat sebagai korban meninggal tapi juga tidak ada dalam daftar manifes, dan masih banyak lagi kemungkinannya.

Atas hal ini, General Manajer PT ASDP (Persero) Indonesia Ferry Cabang Ketapan Banyuwangi, Yannes Kurniawan mengatakan, jumlah penumpang yang tercatat dalam data manifes adalah 53 orang.

Namun, Ia mengakui, data kru kapal tidak seluruhnya terdaftar dalam sistem manifes karena hanya penumpang yang tercatat secara resmi oleh ASDP.

“Sesuai data di sistem kami, terdapat 53 penumpang, 12 kru kapal, dan 22 kendaraan. Namun untuk kru kapal, kami tidak mengetahui detailnya karena tidak terdaftar di sistem,” kata Yannes, Jumat, (4/7/2025).

Dudy Purwagandhi, Menhub RI

Kerancuan data manifes penumpang KMP Tunu Pratama Jaya ini pun jadi perhatian Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi.

"Baik, mengenai manifes, tadi seperti juga disampaikan oleh Basarnas dalam rapat evaluasi. kita akan melakukan konfirmasi ulang. Apakah memang ada penumpang yang tidak tercatat. Kemudian juga apakah ada penumpang yang selamat tapi tidak melaporkan," kata Dudy saat konferensi pers di Pelabuhan Ketapang, Kamis (3/7/2025) malam.

Menhub pun mengajak seluruh pihak, termasuk operator penyeberangan dan masyarakat untuk bersama-sama memperkuat budaya keselamatan di sektor penyeberangan.

Persoalan Manifes Penumpang Kapal Laut Selalu Terulang

KM Sinar Bangun

Kejadian buruknya pencatatan daftar atau manifes penumpang adalah persoalan klasik dan selalu berulang. Berdasarkan catatan TheStanceID, terdapat sejumlah kasus tenggelamnya kapal laut dimana terdapat perbedaan jumlah penumpang dalam manifes.

1. Kecelakaan KMP Yunicee

Dalam kecelakaan KMP Yunicee yang tenggelam di Selat Bali pada 21 Juni 2021, Manifes mencatat ada 41 orang penumpang dan 25 unit kendaraan.

Tapi, hasil operasi penyelamatan Basarnas, seperti yang ditulis dalam laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), menyebutkan data berbeda. Hingga akhir pencarian pada 12 Juli 2021 dinyatakan terdapat 75 orang di atas kapal, yang terdiri dari 59 penumpang, tiga pekerja kantin, dan 13 awak kapal.

2. KMP Rafelia II di Selat Bali pada 2016

Pada kasus tenggelamnya KMP Rafelia II di Selat Bali pada 2016, misalnya, menulis dalam laporannya bahwa jumlah pelayar secara tepat di kapal tidak dapat diketahui melalui sistem manifes penumpang yang berlaku di angkutan kapal penyeberangan.

"Penumpang di atas kendaraan tidak dihitung dalam manifes penumpang," tulis laporan tersebut.

Dengan melihat jumlah awak kapal termasuk kadet dan penumpang pejalan kaki, masih terdapat 56 orang pelayar yang tidak masuk dalam kategori penumpang atau awak kapal," tulis KNKT.

3. KM Sinar Bangun

KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba pada Senin 18 Juni 2018. Kapal motor tersebut tenggelam setelah meninggalkan dermaga sejauh 500 meter.

Dalam kecelakaan itu, 21 orang berhasil dievakuasi, 3 orang di antaranya tewas. Sebanyak 164 orang dinyatakan hilang.

Jumlah penumpang kapal motor tersebut masih simpang siur. Sebab, kapal motor tersebut tidak memiliki manifes penumpang dan catatan muatan.

Kapal yang harusnya berkapasitas 40 orang itu, ternyata diisi hampir 200 orang. Pihak kepolisian mengantongi 192 nama penumpang yang hilang, berdasarkan laporan dari pihak keluarga.

Fungsi dan Pentingnya Data Manifes

Mobil di kapal

Daftar manifes adalah dokumen penting yang wajib ada sebelum diterbitkannya Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

Surat Edaran Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor 14 tahun 2021 tentang Persyaratan Dokumen Permohonan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) Kapal Sungai, Danau dan Penyeberangan, menyatakan bahwa persyaratan penerbitan SPB harus melampirkan daftar manifes dan penumpang pejalan kaki, yaitu nama, jenis kelamin, usia, alamat domisili, nomor kartu identitas (KTP/SIM/Passport) serta nomor telpon.

Sistem digital Ferizy yang dibuat PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), sebenarnya telah dilengkapi dengan fitur pengisian data yang wajib diisi oleh seluruh pengguna jasa sebelum melakukan perjalanan.

Namun, dalam praktiknya, penumpang yang menggunakan mobil pribadi, travel atau bus yang mengangkut lebih dari satu penumpang, biasanya nama yang dimasukkan hanya satu orang saja dengan tetap mendeklarasikan jumlah penumpang yang diangkut.

"Memang biasanya satu nama saja mewakili yang lain, yang penting saat pengecekan sesuai jumlah orangnya," kata Hasanudin, salah satu pengguna rutin Pelabuhan Gilimanuk dikutip dari BBCIndonesia.

Akibatnya, dalam kecelakaan KMP Tunu Pratama Jaya pada Rabu (02/07) malam, puluhan korban yang dilaporkan oleh keluarga mereka tidak masuk dalam daftar penumpang (manifes) kapal.

Empat minibus yang mengangkut penumpang tujuan Bali, misalnya, tidak mencatat seluruh nama dan informasi seluruh penumpangnya.

"Kebiasaan orang kita (Indonesia) nih. Operator tidak mewajibkan, masyarakatnya juga tidak ada kesadaran. Mau cepat saja, jadi tidak mau repot isi seluruh nama penumpangnya. Apalagi kalau beli di kios pinggir jalan, cepat. Padahal, beli di aplikasi lebih murah," ungkap Hasanudin.

Sebagai catatan, pengabaian data manifes bisa berdampak pada hak-hak korban, seperti asuransi, yang bisa menjadi kabur. Data yang tidak akurat adalah bentuk pengabaian paling dasar terhadap keselamatan dan hak asasi manusia.

Lemahnya Sistem Keselamatan Pelayaran Nasional

Marcellus Hakeng Jayawibawa

Pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC), DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, menyebut peristiwa tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali menunjukan lemahnya sistem keselamatan pelayaran nasional.

Menurutnya, dengan memuat 22 kendaraan termasuk 14 truk tronton, serta 65 orang di dalamnya, tragedi ini menjadi cermin telanjang dari rapuhnya pelaksanaan prosedur keselamatan di atas kapal, baik dari aspek teknis, operasional, maupun tanggung jawab kelembagaan.

“Sangat disayangkan, praktik keselamatan di lapangan sering kali kalah oleh tuntutan pragmatisme ekonomi. Pengejaran jadwal pelayaran yang padat, tekanan dari pemilik kendaraan atau sopir, hingga kelonggaran dari petugas lapangan menjadi kombinasi berbahaya yang membuka celah bagi tragedi. Padahal, Peraturan Menteri Perhubungan secara tegas mewajibkan pengamanan muatan sebagai bagian tak terpisahkan dari kelayakan pelayaran,” kata Marcellus dalam keterangannya, Kamis (3/7/2025).

Ia menilai, tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya tidak bisa hanya dilihat sebagai kecelakaan teknis semata, tetapi juga sebagai kegagalan etis dan kelembagaan.

“Makanya insiden ini menyoroti kembali kebutuhan mendesak akan reformasi menyeluruh dalam tata kelola keselamatan transportasi laut,” katanya.

Ia mengingatkan, sistem pengawasan di pelabuhan harus diperketat dan diawasi secara berlapis, tidak cukup hanya dengan cek manifes atau pemeriksaan visual seadanya.

Syahbandar dan operator pelabuhan harus bertanggung jawab penuh atas kelayakan pelayaran, dan tidak boleh ada kompromi terhadap kapal yang tidak memenuhi standar.

“Pemerintah pusat juga melalui Kementerian Perhubungan, harus mengaudit ulang seluruh armada kapal penyeberangan aktif, khususnya yang melintasi jalur-jalur strategis seperti Selat Bali,” katanya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\