Alasan Mengapa Kita Perlu Tenang Menghadapi Trading Halt Kali Ini

Saya sudah mendengar bisik-bisik akan adanya semacam “hit” terhadap saham blue chip, terutama bank.

By
in Social Podium on
Alasan Mengapa Kita Perlu Tenang Menghadapi Trading Halt Kali Ini
Ilustrasi herding effect atau efek kerumunan di pasar modal di mana investor cenderung mengikuti orang lain karena ketidaktahuan. (Sumber: leonardo.ai)

Oleh Andi Rahmat, aktivis cum politisi, yang pernah memimpin Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan menjadi anggota DPR (periode 2004-2009 & 2009-2014). Mencuri perhatian setelah menjadi salah satu inisiator Hak Angket terkait Bank Century, kini dia aktif menyuarakan aspirasi melalui Partai Gelora.

Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tajam hari ini, kendati kecuraman kurvanya baru tiga kali terjadi dalam sejarah PT Bursa Efek Indonesia, bisa dikatakan tidak memiliki efek contagion terhadap makro prudensial perekonomian kita.

Simpulan ini tentu dengan tidak mengabaikan adanya reaksi negatif pasar terhadap sejumlah kebijakan ekonomi pemerintah, plus situasi fiskal yang sedang mengalami konstrain.

Bahkan kalau melihat sumber-sumber utama penurunan itu, sebetulnya tidak perlu membuat kita panik apalagi berkesimpulan keliru terhadap berbagai peristiwa ekonomi belakangan ini.

Keputusan kebijakan ekonomi Presiden Prabowo yang berbau “revolusioner” memang akan mengundang reaksi semacam ini.

Saya pribadi sudah mendengar adanya bisik-bisik di market mengenai akan adanya semacam “hit” terhadap sejumlah harga saham blue chip, terutama perbankan.

Yang mengherankan itu justru reaksi mistifikasi terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI). Seakan-akan keberadaan SMI memiliki hubungan elastisitas dengan keadaan perekonomian kita.

Jadi reaksi irasional semacam ini menunjukkan adanya ketidakberesan dalam struktur kendali perekonomian nasional, yang bahkan mengabsahkan pandangan bahwa memang ekonomi kita sudah sekian lama dibajak oleh segelintir orang.

Prakondisi Berbeda

demo 1998Kalau dibandingkan dengan penurunan IHSG yang tajam pada masa awal reformasi 1998 dan pandemi COVID, prakondisinya sungguh berbeda.

Di tahun 1998, akumulasi krisis keuangan dari tahun 1997 ditambah gejolak politik besar memang wajar memicu reaksi market. Demikian juga pada masa COVID. Dunia memang sedang dalam ketidakpastian disebabkan oleh pandemi yang hampir-hampir menghentikan aktivitas ekonomi.

Jadi santai saja. No exaggeration. Wong pasar saham kita sudah lama decoupling dengan sektor riil dan sektor finansial yang memiliki pengaruh contagion dalam perekonomian kita.

Dan ini sudah terbukti di waktu kita menghadapi kondisi ekonomi yang sulit.

Seperti ketika terjadi krisis subprime di Amerika Serikat yang menyebabkan ambruknya banyak institusi keuangan Amerika yang kuat, yang pada masa itu dikhawatirkan akan menjalar efeknya ke perekonomian kita.

Faktanya, hanya PT Bank Indover saja dan PT Bank Century Tbk saja yang terdampak.

Bisa dikatakan, peristiwa anjloknya IHSG hari ini secara faktual memang sudah menginsulasi efeknya sendiri hanya di lingkungan terbatas. Sekali lagi, tidak terlihat saluran yang bisa menimbulkan efek contagion.

Atau dengan kata lain, ini peristiwa reaktif biasa yang perlu diwaspadai, tapi tidak mengkhawatirkan.

Perbankan Tetap Solid

Ceritanya akan menjadi lain manakala sumber anjloknya harga saham itu adalah karena krisis sejumlah perbankan besar nasional.

Tapi yang kita lihat hari ini tidak demikian. Perbankan nasional kita tetap solid. Fundamental makroprudensial dari bank-bank besar Indonesia tetap bagus.

Yang perlu di-reform itu justru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sudah terlalu banyak bermain-main dan cenderung berpartisipasi dalam menciptakan artificial bubble dalam struktur harga saham-saham di Indonesia.

OJK menjadi terlalu longgar dan makin tidak hati-hati dalam menegakkan regulasi pasar modal sebagaimana yang seharusnya.

Jadi, pemerintah tidak perlu menunda apalagi back off dari upaya reformatif mendasarnya untuk menata ulang struktur perekonomian nasional.

Yang diperlukan oleh pemerintah sekarang adalah fokus pada implementasi lanjutan pada paket-paket kebijakan ekonominya yang fundamental. Makin lama proses eksekusinya, makin sulit bagi pemerintah mengatasi efek balik yang bisa merugikan.

Sekarang, jika punya modal atau uang berlebih, bolehlah membeli segera saham-saham blue chip yang sedang jatuh itu. Lumayan untuk bantu-bantu Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri.

Semoga harga saham-saham blue chip itu rebound lagi sebelum takbir Idul Fitri berkumandang. Wallahualam.***

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\