Jakarta, TheStanceID – Kasus Muhammad Sahid Ramadhan atau akrab disapa Rama menjadi sorotan publik setelah ia mengunggah video di TikTok @ramasahid tentang pengalamannya diusir dari Hotel Indonesia Pekalongan, Jawa Tengah, pada Rabu (13/8/2025) malam.

Pengusiran tamu hotel ini bermula dari adanya biaya tambahan sebesar Rp10.224 yang diminta pihak hotel karena harga promo yang digunakan Rama dianggap tidak memenuhi tarif minimal sebesar Rp150 ribu per malam.

Kasus ini menjadi viral karena selain merugikan konsumen juga memicu perdebatan soal transparansi harga hingga sinergi antara hotel dan platform pemesanan online.

Kronologi Pengusiran

Rama Sahid (Tiktok)

Dalam videonya, Rama Sahid menceritakan pengalaman tidak menyenangkan saat menginap di Hotel Indonesia Pekalongan, Jawa Tengah.

Rama mengaku memesan kamar melalui aplikasi Traveloka dengan harga promo sekitar Rp130 ribuan per malam. Ia memilih hotel ini karena label "syariah" yang membuatnya merasa lebih aman dan sesuai prinsip.

Setibanya di hotel, Rama terkejut karena diminta menambah biaya sebesar Rp10.224 oleh front office. Alasannya, tarif yang dibayarnya di aplikasi tidak memenuhi tarif minimal hotel, yang ditetapkan sebesar Rp150 ribu per malam.

"Saya merasa diperlakukan tidak adil dan diminta membayar biaya tambahan padahal sudah bayar penuh di aplikasi," keluh Rama dalam video tersebut.

Tapi Rama tegas menolak membayar biaya tambahan tersebut, karena merasa akad pembelian sudah sah dilakukan di aplikasi.

"Saya kekeh dengan prinsip saya, nggak ada tambahan biaya sama sekali," katanya.

"Saya sudah sering menginap dan tidak pernah ada biaya tambahan saat check-in. Apalagi ini hotel syariah, harusnya akad jelas dari awal," tambahnya.

Dalam video lanjutan, Rama merekam momen seorang pegawai hotel mengetuk pintu kamarnya sekitar pukul 23.00 WIB. Rama yang tak mau membayar biaya tambahan akhirnya diusir dari hotel.

"Astaghfirullah, saya diusir jam 11 malam. Padahal saya sudah lelah setelah perjalanan jauh," ungkap Rama dengan nada kecewa.

Oleh pihak hotel, Rama juga dituding membuat tamu-tamu lain di hotel tidak nyaman dengan kehadirannya.

"Anda tidak mematuhi peraturan yang ada di sini. Silakan check out saja," ujar seorang pria paruh baya yang diduga security hotel dalam video yang dibagikan Rama.

Alasan Hotel Tagih Tarif Tambahan

Hotel Indonesia Pekalongan

Perwakilan manajemen Hotel Indonesia Pekalongan, Ariyesti, menyatakan bahwa hotel memiliki kebijakan tarif minimal Rp150 ribu per malam yang berlaku untuk semua tamu.

"Kebijakan tarif minimal berlaku meski pemesanan lewat aplikasi pihak ketiga," jelas Ariyesti.

Harga promo yang diterapkan oleh aplikasi berada di bawah tarif minimal hotel. Selisih inilah yang kemudian menyebabkan permintaan penambahan biaya kepada Rama.

Selain itu, status check-in Rama belum tercatat resmi dalam sistem, meskipun sudah diberi kunci kamar. Petugas front office disebut merasa tertekan hingga memberikan kunci kamar ke Rama sebelum proses resmi selesai.

Menurut Ariyesti, Rama juga sempat meminta pengembalian uang secara tunai. Namun, pihak hotel menolak karena transaksi dilakukan melalui aplikasi Traveloka.

"Beliau juga meminta pengembalian uang secara tunai, padahal pemesanan lewat aplikasi. Kami tidak bisa mengembalikan uang cash," jelas Ariyesti.

Respon Warganet

Untuk diketahui, Rama Sahid, tamu hotel sekaligus pengunggah video pengusiran tersebut merupakan founder Adaptable Consulting dan 'Yuk Berani Bicara'. Ia lebih dikenal sebagai Coach Rama Sahid, yakni seorang profesional trainer, consultant, writer dan entrepreneur.

Tiga video yang direkam Rama telah ditonton 3 juta, 19 juta, dan 15 juta pada Kamis, 14 Agustus 2025.

Akibat dari viralnya video tersebut, Hotel Indonesia Pekalongan yang dikunjungi Rama Sahid pun banjir ulasan buruk dari warganet. Termasuk adanya ajakan untuk memboikot Hotel Indonesia Pekalongan karena dinilai bersikap arogan.

"Pakai nama syariah tapi ada sistem riba," sindir akun @affandia***.

"Emang hotel yang salah, kalau sudah bayar aplikasi kenapa bayar lagi, gak ada aturan yang mengharuskan bayar lagi," balas akun @gardenskyni***.

Meski demikian, ada sebagian lagi warganet yang mendukung pihak hotel dengan alasan bahwa kebijakan tarif minimal adalah hak manajemen demi menjaga standar layanan.

Pihak Hotel Sampaikan Permohonan Maaf

Manajemen Hotel Indonesia Pekalongan

Setelah insiden ini memicu sorotan publik, manajemen Hotel Indonesia Syariah Pekalongan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka melalui video klarifikasi yang dirilis pada 16 Agustus 2025.

“Kami selaku manajemen Hotel Indonesia Syariah Kota Pekalongan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian pada tanggal 13 Agustus 2025 yang dialami oleh Bapak Rama Sahid sebagai tamu,” ujar perwakilan manajemen hotel.

Manajemen juga menegaskan permohonan maafnya kepada masyarakat Kota Pekalongan karena insiden ini dianggap mencoreng citra pariwisata daerah.

“Kami meminta maaf sekali lagi atas kegaduhan yang terjadi yang terdampak pada citra pariwisata Kota Pekalongan,” kata manajemen.

Selain itu, manajemen berjanji akan segera melakukan perbaikan menyeluruh terhadap sistem kinerja, layanan, dan prosedur pembayaran di hotel.

“Kami akan membenahi sistem pembayaran baik melalui aplikasi maupun secara tunai,” kata mereka.

PHRI : Murni Kelalaian Hotel

Maulana Yusran

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengakui kasus pengusiran tamu di Hotel Indonesia Syariah Pekalongan merupakan kelalaian pihak hotel.

"Kejadian di Pekalongan itu pihak hotelnya meminta ada uang tambahan yang tamunya sama sekali tidak dapat informasi soal uang tambahan itu di platform," kata Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran dalam keterangannya, Kamis (20/8/2025).

Pihak Hotel Indonesia Syariah juga sudah dipanggil untuk melakukan mediasi bersama dengan PHRI Pekalongan, Dinas Pariwisata Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga Pekalongan serta pemerintah daerah setempat.

Jika Ada Masalah dengan Agen Travel, Tamu Jangan Dilibatkan

Online Booking

Yusran menjelaskan, harga final yang tertera pada layanan pemesanan hotel secara online atau Operator Travel Agency (OTA) merupakan kesepakatan antara pihak manajeman hotel dengan pengelola platform aplikasi.

Pihak hotel tidak bisa minta biaya tambahan di luar tarif yang tertera pada aplikasi yang sudah dipilih oleh tamu.

Salah satu biaya tambahan wajib yang dapat diminta oleh hotel pada tamunya yakni security deposit yakni biaya yang dapat diambil kembali ketika ingin meninggalkan hotel, untuk menutupi adanya kerusakan pada kamar atau properti di dalamnya.

"Sebenarnya dari pihak hotel itu yang seharusnya dilakukan apapun yang sudah ditampilkan pada OTA, itu adalah harga final," ujarnya.

Kalaupun ada keluhan dari manajemen hotel, maka harus diselesaikan langsung dengan OTA terkait tanpa melibatkan tamu yang menginap.

Begitu pula dengan tamu. Apabila tamu mengalami masalah pemesanan seperti kamar kelebihan kapasitas dan terjadi miskomunikasi, maka tamu harus segera menghubungi OTA, bukan hotel yang dituju.

"Ini juga sering terjadi, (tamu) enggak boleh (komplain) ke hotel, karena resepsionisnya sudah pindah ke platform kan? jadi enggak pernah urusan sama hotel," tambahnya.

Tidak lupa, Yusran juga menghimbau para pengguna layanan pemesanan hotel secara online (Online Travel Agent atau OTA) agar selalu melakukan konfirmasi langsung ke pihak hotel. Langkah konfirmasi ini penting untuk menghindari risiko miskomunikasi maupun masalah pelayanan akomodasi.

“Kami sangat menyarankan konsumen untuk menghubungi pihak hotel dan memastikan kamar yang dibeli memang sudah tercatat di hotelnya,” ujarnya.

Menurutnya, meski platform OTA memudahkan masyarakat dalam mencari kamar dengan konsep one stop shopping, tetap ada potensi kendala teknis. Salah satunya adalah overbooking akibat keterlambatan pembaruan data ketersediaan kamar di aplikasi.

“Misalnya, tinggal satu atau dua kamar tersedia. Sementara aplikasi masih memproses, ternyata di hotel sudah penuh. Kalau tidak dicek, bisa terjadi miskomunikasi, dan kasus seperti ini sering muncul,” jelasnya.

Konsumen Bisa Ajukan Gugatan Perdata

Zentoni (Lembaga Advokasi Konsumen Indonesia)

Direktur Eksekutf Lembaga Advokasi Konsumen DKI Jakarta, Zentoni, mengatakan tindakan pengusiran tamu oleh pihak hotel di Pekalongan sudah melanggar undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Konsumen sudah merasa dirugikan secara hukum dan seharusnya mendapatan haknya karena telah membayar sesuai harga yang ditetapkan oleh aplikasi layanan pemesanan hotel secara online (Online Travel Agent atau OTA).

"Sesuai Pasal 4 ayat 2 UU 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa konsumen berhak memilih dan mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan nilai tukar, kondisi dan jaminan yang dijanjikan pelaku usaha," jelas Zentoni.

Selain itu, hotel juga tidak boleh sembarangan memungut biaya tambahan dari tamu yang memesan lewat OTA.

Dalam kasus ini, hotel seharusnya mencantumkan ketentuan tarif minimal secara jelas terutama jika ada perbedaan antara harga aplikasi dan kebijakan internal hotel.

Sebagai bagian dari informasi transaksi yang jujur dan tidak menyesatkan. Ketidakjelasan tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen.

Menurut Zentoni, keharusan memberi kompensasi atau ganti rugi kepada tamu juga dapat diajukan, mengingat kegagalan hotel dalam memenuhi perjanjian yang sudah disepakati melalui aplikasi.

Reservasi melalui aplikasi seperti Traveloka membentuk kontrak elektronik yang sah secara hukum, sebagaimana tercantum dalam UU ITE dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta KUH Perdata.

"Dalam kasus ini, konsumen dapat menggugat pelaku usaha apakah traveloka dan pihak hotel," ujar pengacara lulusan Fakultas Hukum Undip ini.

Salah satu pasal yang bisa dikenakan adalah Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum karena pihak aplikasi pemesanan dan hotel dinilai telah merugikan konsumen.

Konsumen, kata Zentoni, harus menyiapkan bukti reservasi atau pemesanan hotel dan bukti pembayaran sebagai alat bukti yang bisa disertakan saat mengajukan gugatan.

Kehadiran aplikasi OTA (Online Travel Agent) harusnya diimbangi dengan komunikasi yang jelas agar hak-hak konsumen terlindungi dan kejadian serupa tidak terulang. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.