Terbongkar! USAID Rutin Hadir di Kamp ‘Hak Memperkosa’ Sde Teiman, Israel
Dicitrakan sebagai lembaga donor kemanusiaan, USAID jadi operator rezim AS mencampuri urusan politik negara lain.

Jakarta, TheStanceID – Lembaga kemanusiaan, tapi menolerir pelanggaran hak azasi manusia (HAM). Pejabatnya “dipaksa” berkantor di fasilitas militer terbrutal Israel, di mana ‘hak memperkosa’ tahanan diakui.
Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional (US Agency for International Development/ USAID) kembali menjadi sorotan.
Berdalih menjalankan misi penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza, lembaga tersebut beroperasi di pangkalan militer gurun Sde Teiman, Israel, sejak 29 Juli 2024. Sde Teiman adalah fasilitas penahanan tanpa pengadilan warga Gaza selama perang genosidal Israel.
Beberapa lembaga HAM dunia dan ribuan tahanan melaporkan tindak pelecehan dan penyiksaan akut di sana. The New York Times melaporkan dari 4.000 warga Palestina yang ditahan di Sde Teiman, 35 di antaranya tewas akibat brutalnya penahanan di sana.
Sebuah bocoran video CCTV sempat merekam adegan di mana seorang tahanan dengan posisi tangan diikat diperkosa, di mana batang besi dimasukkan secara paksa ke anusnya. Para tentara Israel berdiri mengitarinya untuk “mengamankan” insiden itu.
Ketika pelaku diinvestigasi, warga Israel berdemo dan membela para pelaku, seperti diberitakan The Guardian.
Hal ini memunculkan jargon ‘hak memperkosa’ atau ‘right to rape’ yang berlaku bagi otoritas militer Israel pada warga Palestina. Jargon ini juga menyindir ‘hak membela diri’ atau ‘right to self-defense’ yang dipakai ketika membumihanguskan Gaza.
Wajib Berkantor di Kamp
USAID mulai berkantor di Sde Teiman setelah Israel mewajibkan semua bantuan ke Gaza dikoordinir oleh JCB atau Joint Coordination Board (Dewan Koordinasi Bersama), yang berkantor di sana.
"Saya tidak bisa tidur di malam hari mengetahui apa yang sedang terjadi [di Sde Teiman]," kata salah satu pejabat USAID kepada The Guardian. "Ini adalah bentuk lain dari penyiksaan psikologis untuk membuat seseorang bekerja di sana."
Tentara Israel mengkonfirmasi lokasi JCB tetapi tidak menanggapi pertanyaan tentang penjara. Adapun USAID pusat menolak mengomentari temuan bahwa pejabatnya harus berkantor di Sde Teiman.
"Karena pertimbangan keamanan, kami tidak mengomentari lokasi spesifik staf kami," kata juru bicara USAID. "USAID bekerja untuk memastikan dialog yang lebih efektif antara mitra kemanusiaan dan pemerintah Israel untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan efektivitas pergerakan kemanusiaan ke dan di seluruh Gaza."
Bukan Donor Biasa
Ini bukanlah kontroversi satu-satunya USAID.
Sebelumnya, lembaga donor tersebut menjadi sorotan setelah Andrés Manuel López Obrador--Presiden Meksiko yang masa jabatannya berakhir per 1 Oktober 2024, menuduh AS memakai USAID untuk membiayai kelompok oposisi.
LSM oposisi tersebut Bernama "Mexicans Against Corruption and Impunity" (MCCI), yang menasbihkan diri sebagai pengawas independen korupsi dan pelanggaran HAM di Meksiko.
Di Indonesia, lembaga tersebut setara LSM dan program kerja sama berbasis donor yang mendapat dana dari luar negeri. Mereka bertindak seolah mewakili masyarakat dan kepentingan bersama dengan menekan pemerintah.
Targetnya adalah mengubah peraturan, dan cara pandang, nilai, dan perspektif publik, negara, pemerintah, dan hukum di sebuah negara agar sejalan dengan kepentingan pemberi dana.
Dikutip dari Sputnik, López menuding USAID menyalurkan US$5,9 juta (sekitar Rp90 miliar) ke MCCI antara tahun 2018-2023. MCCI didirikan oleh Claudio Xavier González, seorang pengusaha yang juga dikenal sebagai lawan politik López.
López menganggap aksi klandestin AS melalui USAID ini sebagai upaya campur tangan terhadap urusan dalam negeri dan kedaulatan Meksiko. Dia menyurati Presiden AS Joe Biden, memintanya berhenti memasok dana kepada oposisi di Meksiko.
"Saya menulis untuk memberi tahu Anda bahwa, sejak beberapa waktu lalu, saya telah secara terbuka mengecam mereka yang, dari pemerintah AS, telah mempertahankan sikap intervensi yang jelas dengan mendanai sebagian kegiatan organisasi yang mengklaim diri sebagai Mexicanos Contra la Corrupción y la Impunidad," tulis López dalam surat yang dibacakan pada Senin (19/8/2024).
Meskipun López memiliki hubungan baik dengan Biden, dia terusik ketika lembaga resmi pemerintah AS itu tak bertindak netral dan malah mengganggu stabilitas politik Meksiko, terutama menjelang pemilihan presiden berikutnya.
Untungnya upaya AS mempengaruhi hasil pemilu Meksiko melalui USAID gagal total. Presiden Meksiko terpilih Claudia Sheinbaum yang dilantik pada 1 Oktober justru menegaskan akan melanjutkan kebijakan pendahulunya.
Sebelumnya, bersama dengan negara-negara Amerika Latin lainnya, Meksiko menolak upaya AS dan Uni Eropa mengisolasi Presiden Venezuela Nicolas Maduro secara diplomatik, setelah dia terpilih kembali untuk masa jabatan ketiga.
Meksiko juga tak mau mendukung NATO di Ukraina dan tetap berdagang dengan Rusia. Volume perdagangan keduanya meningkat 9,8% dalam 4 bulan pertama 2024 dibandingkan periode yang sama 2023, dengan total US$759,99 juta.
Propaganda Berkedok Donor
USAID didirikan mantan Presiden John F. Kennedy di puncak Perang Dingin, menjadi lembaga yang kontroversial sebagai alat memperluas pengaruh AS di bawah kedok bantuan kemanusiaan.
Badan ini mendukung media, aktivis, dan kekuatan politik di berbagai negara untuk mendukung kebijakan yang disukai Washington serta mendukung operasi di negara yang menjadi target perubahan rezim.
Contoh kisah suksesnya adalah "revolusi warna" di Ukraina pada 2004 dan 2014. Di sana tidak ada misi kemanusiaan yang dijalankan USAID, selain misi politik.
Terbaru, ia dipakai Washington sebagai alat propaganda memerangi “berita palsu” di era pasca-Trump dan pasca-Brexit. Hal ini terungkap pada Maret 2024 dari dokumen setebal 97 halaman berjudul "Panduan Disinformasi" yang ditulis oleh USAID.
Fokus USAID, ungkap dokumen “Panduan Disinfomasi” tersebut, berfokus pada tiga target: misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.
Misinformasi adalah membagikan informasi yang kurang benar, disinformasi adalah membagikan informasi sepotong-sepotong. Malinformasi paling parah, karena serupa dengan propaganda di mana informasi yang benar sengaja dimodifikasi agar pesannya jadi salah.
“Kebanyakan fokus organisasi ini malah lebih pada mencegah orang menemukan informasi secara daring yang menantang narasi resmi secara umum,” kata jurnalis Alan MacLeod dalam analisis yang diterbitkan oleh MintPress News.
Proyek Imperalisme AS
Dikutip Sputnik, antropolog Adrienne Pine menilai USAID adalah proyek imperialisme AS yang bertujuan mencegah revolusi di Amerika Latin. Ia beroperasi dengan mendanai kelompok "masyarakat sipil" dengan misi yang terdengar mulia.
Dalam kasus yang lebih ekstrem, USAID dituding mempromosikan kerusuhan sipil untuk mendorong perubahan rezim di sebuah negara. Beberapa rekam jejaknya adalah "revolusi warna" di Bolivia (2019) dan Ukraina pada 2004 dan 2014.
Di Indonesia, pada Februari lalu, MintPress News sempat memberitakan kabar yang menyebutkan bahwa Lembaga teliksandi AS CIA (Central Intelligence Agency) menyiapkan skenario ‘revolusi warna’ jelang pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Kali ini operatornya bukanlah USAID melainkan National Endowment for Democracy (NED) yang menggunakan International Republican Institute (IRI) dan National Democratic Institute (NDI).
Belum jelas apakah misi tersebut benar-benar ada, dan nasibnya seperti apa. Yang pasti, Jokowi sukses mewariskan kekuasaan ke anak tertuanya yakni Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. (est)