Pakar: Sempat Tutupi Penembakan Gamma, Institusi Polri Mendesak Direformasi

Sempat minta keluarga bungkam dan amankan CCTV, polisi kini tetapkan Aipda Robig sebagai tersangka. Mendesak direformasi!

By
in Headline on
Pakar: Sempat Tutupi Penembakan Gamma, Institusi Polri Mendesak Direformasi
Ilustrasi ketidakprofesionalan aparat kepolisian dengan penggunaan kekerasan berlebihan. (Sumber: https://bemfhui.com/)

Jakarta, TheStanceID - Setelah 2 pekan lebih membela, Polda Jawa Tengah akhirnya menetapkan anggotanya sebagai tersangka penembakan Gamma Rizkynata Oktafandy (17), siswa SMK di Semarang. Fakta keras bahwa Polri tidak profesional dan perlu direformasi.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Artanto mengatakan penetapan Robig sebagai tersangka ini berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Tengah, pada Senin (9/12/2024).

"Saya informasikan bahwa hari ini sudah dilaksanakan gelar perkara terhadap kasus pidana terhadap Aipda R oleh Direktorat Kriminal Umum dan yang bersangkutan sudah dinaikkan statusnya menjadi tersangka," kata Artanto dikutip dari CNN Indonesia.

Di hari yang sama, Aipda Robig juga menjalani sidang kode etik buntut aksi penembakannya. Robiq terbukti menembak tiga siswa SMKN 4 Semarang dan dijatuhi hukuman maksimal.

"Dan putusannya adalah Aipda R selaku terduga pelanggar ini mendapat putusan PTDH yaitu pemberhentian tidak dengan hormat," jelas Artanto, usai sidang yang berlangsung sekitar 7 jam dan dihadiri keluarga almarhum Gamma.

Atas putusan sidang etik ini, Aipda Robig memiliki kesempatan banding dan diberi waktu 3 hari untuk mengajukannya ke ketua sidang.

Penyidikan Lambat Sarat Rekayasa

Keluarga Gamma sudah melaporkan perkara ini sejak Selasa (26/11/2024), di mana alat bukti CCTV sudah tersedia. Mereka bahkan menyetujui pembongkaran makam (ekshumasi) Gamma untuk mempercepat proses penyidikan.

Proses ekshumasi dan autopsi akhirnya dilakukan oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jawa Tengah di TPU Bangunrejo, Desa Saradan, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, pada Jumat (29/11/2024).

Namun, Polda Jawa Tengah tercatat tak kunjung menetapkan Aipda Robig sebagai tersangka, selama dua pekan lebih. Kasus ini pun menjadi viral dan menyita perhatian publik karena kental aroma rekayasa menyusul terkuaknya sejumlah kejanggalan.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR, Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar menyebutkan anak buahnya yang merupakan anggota Satres Narkoba berupaya membubarkan tawuran.

Irwan mengklaim bahwa para korban adalah 'gangster' atau pelaku tawuran. Menurut Irwan, Aipda Robig terpaksa melepas tembakan karena terancam serangan balik dengan senjata tajam.

Kapolres Dibantah Kabid Propam

Namun, Kabid Propam Polda Jawa Tengah Kombes Aris Supriyono membantah pernyataan Kapolrestabes itu. Dia mengatakan penembakan Aipda Robig tidak terkait dengan tawuran.

Menurut alat bukti yang ada, Aipda Robig dipepet kendaraan Gamma dkk. Aipda Robig kemudian sengaja menunggu mereka putar balik dan lantas mengeluarkan tembakan.

"Saat perjalanan pulang mendapati 1 kendaraan yang dikejar kemudian memakan jalannya terduga pelanggar, jadi kena pepet. Akhirnya, terduga pelanggar menunggu 3 orang ini putar balik, kurang lebih seperti itu dan terjadilah penembakan," kata Aris.

Penembakan itu terekam kamera CCTV sebuah minimarket di dekat lokasi kejadian. Polisi sempat menyita alat bukti dan menolak mempublikasikannya.

Dalam peristiwa yang terjadi pada Minggu (24/11/2024) dini hari, Gamma meninggal karena luka tembak, sementara dua rekannya mengalami luka-luka.

Saksi Bantah Kapolres dan Kabid Propam

Adam, salah satu korban luka penembakan Aipda Robig menegaskan tidak ada tawuran malam itu. Bahkan dia menampik ada insiden serempetan motor sebelum insiden berdarah pada Minggu (24/11) dini hari itu.

"Habis makan, kejadian habis makan," kata Adam didampingi kuasa hukumnya pada wartawan di SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/12/2024) seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Adam mengaku dirinya dan Gamma ada dalam rombongan motor bersama siswa SMKN 4 saat insiden penembakan di Jalan Candi Penataran. Ia berboncengan dengan Satria, teman seangkatan Gamma di sekolah.

Setelah makan, Adam dan Gamma serta temannya itu hendak pulang ke rumah masing-masing. Mereka naik motor beriringan. Adam menyebut tak ada insiden serempetan dengan Aipda Robig.

"Enggak ada serempetan itu, kalau serempetan saya juga jatuh," ujarnya.

Aipda Robid Diduga Mabuk

Adam tidak tahu alasan Aipda Robig tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Ia kaget ketika anggota polisi itu langsung menodongkan pistol ke rombongan motornya. Rekaman video CCTV menunjukkan Aipda Robig berjalan sempoyongan seperti orang mabuk.

"Awalnya iring-iringan, terus liat ada yang nodong terus pada [lari] kencang. Saya masih di belakang, makanya ketinggalan," katanya. Adam menyebut jarak motornya dengan motor Gamma cukup jauh.

Dia mengaku tak mendengar tembakan pertama yang dilepaskan oleh Aipda Robig. Adam tersadar dirinya dan Satria terkena tembakan karena peluru menyerempet dadanya dan kemudian bersarang di tangan Satria.

Namun, Ia tetap melanjutkan perjalanan ke rumah. Sementara itu, Satria langsung dibawa ke rumah sakit oleh rekannya, Adam memilih langsung tidur, tanpa mengetahui jika Gamma juga terkena tembakan.

"Saya enggak tahu, habis itu tuh langsung bubar semuanya, saya juga beda arah. Emang belum ada kabar Gamma sampai pagi, sore, enggak tau kabarnya, Magrib dikabari [Gamma] sudah meninggal," katanya.

Namun kepada pers, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto membantah dugaan kondisi mabuk Aipda Robig.

KPAI: Tak Ada Geng di Kasus Gama

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini mengungkapkan temuannya jika para siswa yang jadi korban penembakan di Semarang bukan anggota geng dan tak pernah terjadi tawuran seperti klaim polisi.

"Anak-anak yang terlibat mengklarifikasi bahwa mereka bukan geng, melainkan kelompok anak-anak yang tidak saling mengenal dan tidak berniat untuk tawuran," kata Diyah, Kamis (5/12/2024).

Diyah juga mengatakan tidak ada kekerasan atau pengeroyokan yang terjadi pada momen itu. KPAI telah menemui 11 anak yang terlibat dan sempat diamankan oleh Polrestabes Semarang dan kini telah dikembalikan ke orang tuanya.

Berbagai kejanggalan penyidikan kasus penembakan itu memicu desakan transparansi di institusi Polri. Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menilai bukti sudah cukup untuk menetapkan Aipda Robig sebagai tersangka jauh-jauh hari.

"Autopsi, hasil forensik, uji balistik, dan senjata sudah ada," ujarnya pada TheStanceID.

Terbukti Melanggar HAM

Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) menyimpulkan aksi penembakan Aipda Robig adalah pelanggaran HAM. Kesimpulan itu diperoleh dari pemantauan yang dilakukan sejak 28 hingga 30 November 2024 di Semarang.

Koordinator Subkomisi Pemantauan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengatakan pihaknya telah meminta keterangan Polda Jawa Tengah, Polrestabes Semarang, dan Bidpropam Polda Jawa Tengah, dan juga keluarga korban serta saksi.

Tim Komnas HAM juga telah meninjau lokasi tempat kejadian peristiwa penembakan di sekitar Jalan Candi Penataran Raya Kalipancur Ngaliyan dan Jalan Simongan serta meminta keterangan dari kedokteran forensik dan digital forensik.

"Berdasarkan pemantauan tersebut, Komnas HAM menyatakan tindakan Sdr. RZ telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia," kata Uli dalam keterangan resmi.

Ia mengungkapkan jenis-jenis pelanggaran HAM yang terjadi dalam penembakan tersebut.

Pertama, pelanggaran hak hidup (Pasal 9 ayat (1) UU HAM) dan pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing). Sebab, Aipda Robig menghilangkan nyawa Gamma dan melukai dua remaja lainnya.

Kedua, pelanggaran Pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, yaitu legalitas, nesesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan masuk akal.

Ketiga, pelanggaran hak atas perlindungan anak (Pasal 52 ayat (1) UU HAM. Tiga korban yaitu GRO, S dan A masih kategori anak (berusia di bawah 18 tahun).

Atas hal tersebut di atas, Komnas HAM mengeluarkan sejumlah rekomendasi yakni penegakan hukum secara adil, transparan dan imparsial, baik etika, disiplin, dan pidana atas Aipda Robig.

Tujuh Solusi Perbaiki Polri

Dewan Pakar (Board of Expert) bidang Hukum dan HAM TheStanceID Edwin Partogi menilai insiden penembakan Gamma dan upaya menutupinya, menambah daftar kasus ketidakprofesionalan institusi Polri dalam penegakan hukum.

Hal ini, ironisnya, terjadi sejak era reformasi di mana Polri diberikan otoritas lebih dengan melapor langsung kepada Presiden, dan tidak lagi dibawahi kementerian. Semestinya, kondisi tersebut membuat Polri bekerja lebih profesional.

Namun faktanya, insiden seperti Gama terus terjadi, di mana Polri menjadi alat untuk melindungi kepentingan elit dan tidak transparan dalam pengusutan. Dus, profesionalisme Polri tergerus, dengan kasus Gama menjadi salah satu puncak gunung es.

"Kepercayaan publik anjlok karena netralitas dan integritas polisi semakin hilang, di tengah bias penegakan hukum di mana pelayanan politik lebih mengemuka ketimbang pelayanan hukum yang adil," kata Edwin.

Menurut dia, Polri kini terkesan jadi alat untuk menekan oposisi politik, membungkam aktivis, sehingga agenda reformasi menjadi stagnan. Untuk itu, dia menilai Polri harus direformasi untuk mengembalikan profesionalismenya.

Untuk itu, ada tujuh aspek yang perlu diubah:

  1. Pelanggaran hukum oleh penegak hukum termasuk polisi harus dibebankan pidana pemberat

  2. Pembatasan jabatan sipil yang dapat dijabat oleh polisi aktif

  3. Pengetatan mekanisme penguasaan dan penggunaan senjata api di kalangan polisi, diikuti evaluasi berkala

  4. Pembuatan aturan yang tegas dan berdampak komando terhadap pelanggaran netralitas polisi dalam perhelatan Pemilu

  5. Penguatan pengawasan dengan mekanisme etik di mana pengawas dan yang diawasi terbebas dari konflik kepentingan

  6. Pelibatan unsur masyarakat dalam tim investigasi independen atas kasus yang perlu proses hukum lebih akuntabel dan adil

  7. Peningkatan kesejahteraan polisi bersamaan dengan komitmen untuk memerangi korupsi

“Bila organisasi diliputi kegiatan ilegal, menjalankan operasi rahasia di luar tupoksi, kerap melakukan kekerasan, berorientasi pada keuntungan finansial serta mengamankan jabatan semata, dan menolak segala upaya perbaikan, maka jangan-jangan, kita tengah berhadapan dengan organisasi kejahatan,” tutur Edwin. (est)