Selasa, 22 Juli 2025
Term of Use Media Guidelines

Marak Kecelakaan Kapal Laut, Ini Hak Konsumen yang Wajib Diketahui

Dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan terjadi dua kali kecelakaan kapal laut di tanah air. Selain terkait kelayakan kapal, manifes penumpang juga disorot karena adanya perbedaan data manifes dengan fakta di lapangan. Belajar dari insiden ini, konsumen harus simpan tiket penumpang kapal.

By
in Headline on
Marak Kecelakaan Kapal Laut, Ini Hak Konsumen yang Wajib Diketahui
Ilustrasi penumpang kapal laut (Sumber Foto : Pelni)

Jakarta, TheStanceID – Kecelakaan laut kembali terjadi. Kali ini menimpa Kapal Motor atau KM Barcelona 5, saat melintas di perairan Pulau Talise, Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut), pada Minggu (22/7/2025) sekitar pukul 14.00 WITA.

Kapal terbakar saat di tengah perjalanan, memperlihatkan asap tebal yang mengepung kapal. Api itu ditengarai berasal dari dek atas kapal.

KMP Barcelona V bertolak dari Pelabuhan Melonguane, Kepulauan Talaud, menuju Pelabuhan Manado dengan membawa sekitar 280 penumpang dan 15 anak buah kapal (ABK).

Berdasarkan data yang dihimpun tim Bakamla sebagai bagian dari SAR gabungan sementara ini ada lima penumpang KMP Barcelona V dilaporkan meninggal dunia, dua di antaranya belum teridentifikasi.

Perbedaan Data Manifes dengan Fakta di Lapangan

KM Barcelona

Jumlah penumpang KM Barcelona V masih diverifikasi karena ada perbedaan data antara di manifes dengan fakta di lapangan.

Awalnya, dilaporkan sekitar 280 penumpang yang ada di manifes, namun data Basarnas Manado melaporkan 580 orang menjadi korban dalam kebakaran KM Barcelona V di perairan Talise, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut).

Sebanyak 575 orang dari 580 korban di antaranya berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat. Sementara 3 penumpang dilaporkan meninggal dunia dan 2 orang lainnya masih dalam pencarian.

Evakuasi korban dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Bakamla, Basarnas, Kodim Bitung, Koramil Likupang, Polsek Likupang, dan Brimob Polda Sulut termasuk kapal nelayan yang sedang melintas perairan Pulau Talise.

Polda Sulawesi Utara (Sulut) sudah menetapkan nakhoda KM Barcelona V yang mengalami kecelakaan kebakaran di perairan Talise, Kabupaten Minahasa Utara sebagai tersangka.

"Berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Ditpolairud Polda Sulut menetapkan satu tersangka berinisial IB," kata Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol. Alamsyah P Hasibuan, di Manado, Senin (21/7/2025).

Selain, nakhoda, Ditpolairud Polda Sulut juga sementara memeriksa 13 anak buah kapal (ABK) usai kebakaran KM Barcelona V yang berlayar dari Kabupaten Kepulauan Talaud menuju Kota Manado.

Belum Genap 1 Bulan KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam

KMP Tunu

Sebelumnya, kecelakaan laut nahas menimpa Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, pada Rabu (2/7/2025) malam.

Dalam waktu kurang dari 30 menit setelah bergerak dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi Jawa Timur, kapal yang hendak menuju Gilimanuk, Bali, itu tenggelam di perairan yang dikenal ramai lalu lintas dan rawan arus kuat.

Lagi-lagi, manifes atau daftar penumpang kapal menjadi sorotan. Selama 20 hari operasi pencarian korban, dari total 65 penumpang dan awak kapal sebagaimana data manifes KMP Tunu Pratama Jaya, sebanyak 49 di antaranya sudah ditemukan.

Sebanyak 19 orang di antaranya dalam kondisi meninggal dunia, kemudian 30 orang selamat. Sedangkan 16 orang lainnya masih dalam pencarian.

Namun, jumlah korban diperkirakan lebih dari 65 orang. Pasalnya, data manifes penumpang KMP Tunu Pratama Jaya diduga tak valid.

Banyak orang menaiki kapal tersebut tapi mereka tak tercatat dalam daftar manifes, hal itu terungkap melalui laporan keluarga korban dan hasil identifikasi yang dilakukan Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri.

Masalah Kelalaian Manusia

Setyo Nugroho - ITS

Pakar transportasi laut dan Dekan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Surabaya, Setyo Nugroho, menyebut faktor manusia bertanggung jawab terbesar atas mayoritas kecelakan kapal di Indonesia. Termasuk yang marak terjadi belakangan ini.

"Hampir 90% kecelakaan kapal terjadi karena kelalaian manusia," kata Setyo sebagaimana dikutip dari situs universitas tersebut.

Setyo mengatakan kelalaian berwujud dari mulai kurangnya pemeliharaan pada mesin sampai dengan tidak dilakukannya perhitungan stabilitas muatan.

"Dari faktor kelalaian manusia tersebut, sebanyak 80%-nya terjadi karena muatan yang tidak ditangani dengan benar," ujar Alumnus Magister Delft University of Technology, Belanda ini.

Meski begitu peran cuaca ekstrem juga tidak dapat diabaikan. "Cuaca yang tidak stabil menyebabkan tingginya gelombang air laut yang membahayakan kapal,"

Oleh karena itu katanya adalah penting untuk mengevaluasi standar operasional pelayaran, termasuk prosedur pemuatan, perawatan kapal, hingga pengelolaan navigasi.

Tidak hanya itu, sistem manajemen muatan pun perlu diperbaiki agar setiap kapal memuat sesuai kapasitas dan stabilitasnya diperhitungkan secara akurat.

Hak Konsumen Dalam Kecelakaan Laut

Mobil di kapal

Terlepas dari penyebab terjadinya kecelakaan, konsumen dalam hal ini penumpang kapal laut memiliki hak untuk meminta ganti rugi. Adalah tiket penumpang kapal laut yang dapat dijadikan dasar klaim asuransi.

Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Darmaningtyas, berpendapat pelayanan bagi konsumen untuk melakukan upaya hukum saat terjadi kecelakaan transportasi laut sudah ada posedur standarnya.

Pelayanan itu tidak berbeda dengan layanan transportasi lainnya. “Hanya saja karena kebanyakan pengguna kapal laut adalah masyarakat miskin yang belum melek hukum, ia melihat kebanyakan korban hanya pasrah dan tak melakukan gugatan hukum.”

Padahal, kata Darmaningtyas, berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, penumpang dalam hal ini bertindak sebagai konsumen memiliki hak untuk didengar dan hak untuk mendapatkan ganti rugi.

Oleh karenanya, jika mengacu pada keberadaan UU tersebut, maka upaya perbaikan bagi pelayanan transportasi laut sebaiknya mulai dirancang dengan lebih mengikutsertakan dan mengakomodir kepentingan konsumen.

Dia menjelaskan, penumpang berhak atas ganti kerugian yang wajib diberikan oleh pengangkut karena kelalaian pengangkut selama penyelenggaraan pengangkutan.

Baca Juga: Banyak Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya Tak Terdata, Jadi Momok Tiap Tragedi Kapal Tenggelam

Setidaknya, ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi karena wanprestasi dan ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum.

Ganti rugi karena wanprestasi diatur di buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tepatnya di Pasal 1246-Pasal 1252 KUHPerdata, sedangkan ganti rugi karena Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) diatur di Pasal 1365 KUHPerdata.

Selain itu, pengangkut memiliki kewajiban dan tanggung jawab pengangkut yang sudah diatur pada Bagian Kesembilan UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang perjanjian pengangkutannya dibuktikan dengan adanya tiket.

Tiket kapal laut berfungsi sebagai bukti pengangkutan penumpang. Pada dasarnya tiket merupakan dana himpunan masyarakat dalam bentuk iuran wajib yang ada pada asuransi.

Oleh karena itu, dalam kecelakaan tersebut yang mendapat santunan hanya penumpang yang memilki tiket dan sudah terdaftar di manifes kapal. Penumpang yang tidak memilki tiket tidak mendapatkan santunan atau ganti rugi terkait kecelakaan tersebut.

Tiket Bisa Jadi Bukti klaim Ganti Rugi

Tiket kapal laut

Sementara itu, Sudaryatmo dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan pada dasarnya asuransi yang diterima tergantung dari status korban kecelakaan, apakah korban sebagai kepala keluarga atau bukan.

“Kalau dia tulang punggung keluarga, keluarga korban atau ahli waris dapat asuransi berupa jaminan hidup termasuk biaya pendiidkan anak. Prinsipnya, ada jaminan keluarga yang ditinggalkan hidupnya agar tidak terlantar. Asuransi wajib tidak menghapus tanggungjawab pengangkut,” ujarnya.

Santunan yang disebabkan terjadinya kecelakaan adalah hak konsumen karena setiap membeli tiket sudah termasuk asuransi. Namun, kata Sudaryatmo, nilai santunan untuk laut sangat kecil sehingga tidak sesuai dengan derita korban.

Yang perlu menjadi catatan penting lainnya adalah, pemberian santuan konsumen ini tidak menghapus kewenangan konsumen untuk menggugat perdata angkutan laut.

“Secara umum penanganan kecelakaan agar keluarga yang ditinggalkan tidak terlantar, kalau pengangkut tidak secara suka rela bertanggungjawab maka harus dengan jalan pengadilan. Konsumen punya hak untuk mendapatkan informasi,” ujarnya.

Oleh karena itu, Sudaryatmo mengingatkan tiket adalah barang penting yang tidak boleh hilang dari tangan penumpang karena tiket bisa dijadikan bukti ketika penumpang mengalami kecelakaan dan ingin mengajukan klaim ganti kerugian.

Disamping itu, untuk berjaga-jaga terjadinya kecelakaan, pemilik dan operator juga dapat mengasuransikan kapal dan muatannya. Hal ini sesuai Pasal 41 ayat 3 UU tentang Pelayaran.

Namun, sayangnya tidak semua kapal dapat diasuransikan, terutama untuk kapal yang sudah berumur diatas 25 tahun. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.

\