Kamis, 17 Juli 2025
Term of Use Media Guidelines

Sarjana Berebut Jadi Pasukan Oranye: Fenomena Anomali Ketenagakerjaan Indonesia

Petugas kebersihan selama ini dianggap sebagai pekerjaan kasar. Namun, lebih dari 21 ribu orang, termasuk sarjana, melamar sebagai petugas PPSU atau Pasukan Oranye untuk mengisi kebutuhan 1.023 orang untuk 239 kelurahan di Jakarta. Sekali lagi, Indonesia terbukti sedang tidak baik-baik saja.

By
in Headline on
Sarjana Berebut Jadi Pasukan Oranye: Fenomena Anomali Ketenagakerjaan Indonesia
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo saat menyapa pasukan oranye atau PPSU yang ikut terlibat dalam penanganan banjir di Jakarta. (Sumber Foto : Pemprov DKI Jakarta)

Jakarta, TheStanceID – Ibarat peribahasa tak ada rotan akar pun jadi.

Kira-kira begitulah situasi yang dialami para pencari kerja lulusan sarjana hingga korban PHK yang bersaing untuk menjadi petugas penanganan prasarana sarana umum atau pasukan oranye, sebutan bagi petugas PPSU di Jakarta.

Alasannya sederhana, lowongan kerja saat ini sangat terbatas. Namun kebutuhan hidup tak pernah bisa ditunda.

Nabila (27) di antaranya. Dia merupakan lulusan sarjana akuntansi. ”Selagi ada peluang di depan mata, ambil saja dulu,” ujarnya.

Dirinya melamar pekerjaan sebagai PPSU di wilayah Kelurahan Serdang, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat karena belum mendapatkan pekerjaan. Menurutnya saat ini mencari pekerjaan begitu sulit.

"Alasan yang pertama ingin cari kerja, yang kedua memang sudah terbiasa beberes rumah dan sekarang ini kan memang lagi susah mencari pekerjaan," kata Nabila di Taman Delta, Kelurahan Serdang, Kecamatan Kemayoran, usai mengikuti tes lapangan sebagai calon PPSU, Kamis (3/7/25) seperti dikutip Kompas.

Tercatat, ada tujuh orang dengan ijazah S1 yang melamar dari total 127 pelamar PPSU di Kelurahan Serdang, Jakarta Pusat. Semuanya memperebutkan satu posisi PPSU.

Demi Membantu Ekonomi Keluarga

pelamar ppsu

Lain lagi cerita Nuraini (31), sarjana pendidikan agama lulusan tahun 2017 ini yang melamar menjadi PPSU di Kelurahan Jati Pulo, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, demi membantu ekonomi keluarga.

Ngelamar [jadi petugas] PPSU buat nambah penghasilan. Kan, sekarang biaya hidup mahal,” kata Nuraini.

Selama ini, ibu dua anak ini mendedikasikan waktu untuk mengurus rumah tangga. Sesekali ia memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak yatim piatu di lingkungannya tanpa imbalan.

Akan tetapi, kebutuhan hidup terus bertambah. Anak sulungnya sebentar lagi masuk sekolah dasar (SD) dan ongkos sewa rumah kontrakannya sebesar Rp 1,3 juta per bulan juga harus dilunasi.

Alhasil, begitu lowongan PPSU dibuka pada 23 Juni 2025, ia langsung mendaftar. Ia berharap lolos, agar tak semata mengandalkan gaji suami dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Fenomena sarjana berebut untuk jadi PPSU terjadi hampir merata di seluruh kelurahan di Jakarta. Bahkan, Pada April 2025, ribuan warga mengantre sejak pagi di Balai Kota Jakarta demi bisa memasukkan berkas lamaran menjadi petugas PPSU.

Syarat Lowongan PPSU Minimal Lulusan SD

Pramono - PPSU

Sebagaimana diketahui, lowongan pekerjaan PPSU yang dibuka Pemprov Jakarta ini mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1095 Tahun 2022 dan Surat Edaran Sekda DKI Jakarta Nomor 22/SE/2025 tentang Pedoman dan Tahapan Seleksi Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) tingkat kelurahan.

Pendaftaran rekrutmen PPSU di tiap kelurahan dibuka pada 23 Juni 2025 dan ditutup pada 26 Juni 2025. Proses selanjutnya adalah uji administrasi pada 27-30 Juni 2025, uji teknis pada 30 Juni-11 Juli 2025, hingga pengumuman akhir pada 31 Juli 2025.

Total lowongan mencapai 1.023 orang untuk 239 kelurahan. Kebutuhan ini untuk mengisi kekosongan posisi karena batas usia, petugas yang mengundurkan diri, dan sebagainya.

Hingga pendaftaran ditutup pada 26 Juni lalu, total ada lebih dari 21 ribu orang pelamar dari berbagai usia dan jenjang pendidikan.

Meski jumlah pelamar dari kalangan sarjana meningkat, Pemerintah Provinsi Jakarta menegaskan syarat pendidikan minimal untuk menjadi PPSU tetap Sekolah Dasar (SD), sebagaimana tertuang dalam peraturan gubernur.

Syarat lainnya adalah, berusia minimal 18 tahun dan maksimal 56 tahun serta diutamakan memiliki KTP Jakarta.

“Ya untuk PPSU, mau sarjana, mau SD kami tidak membedakan. Tapi yang jelas syaratnya, Pergubnya sudah saya tanda tangani adalah SD,” kata Gubernur Jakarta, Pramono Anung, saat ditemui di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (11/7/2025).

Ia menambahkan proses seleksi petugas PPSU saat ini masih berlangsung. Keputusan akhir akan diambil dalam rapat bersama.

“Sehingga dengan demikian, kami sekarang ini sedang menyerahkan kepada tim sepenuhnya. Nanti sebelum diputuskan, tentunya akan diputuskan melalui rapat bersama yang dipimpin oleh gubernur dan wakil gubernur,” jelasnya.

Untuk diketahui, proses seleksi untuk menjadi petugas PPSU ini terbilang ketat. Diawali dengan seleksi administrasi, pelamar lalu mesti praktik teknis dan wawancara. Dalam praktik, mereka menyapu jalan dan membersihkan saluran.

Lowongan Kerja Formal Makin Sulit

PPSU

PPSU selama ini digolongkan sebagai pekerjaan yang tidak sesuai dengan status sarjana. Ketika orang-orang berebut untuk posisi itu, maka bisa dibayangkan betapa sulitnya warga saat ini dalam memperoleh pekerjaan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan angka pengangguran per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang dengan 1,01 juta orang di antaranya merupakan sarjana.

Bicara soal pembukaan lapangan kerja di sektor formal, data BPS menunjukkan selama periode 2019-2024 hanya tercipta 2,01 juta lapangan kerja.

Jumlah ini anjlok tajam dari periode 2014-2019 yang bisa menciptakan 8,55 juta lapangan kerja baru. Sementara angka pekerja sektor informal di Indonesia terus meningkat setiap tahun, sejak 2019.

BPS mencatat dari 144,64 juta penduduk bekerja pada Agustus 2024, sebanyak 57,95% di antaranya, atau setara dengan 83,83 juta orang, bekerja pada kegiatan informal.

Hanya sekitar 60,82 juta jiwa atau 42,05% adalah pekerja formal.

Anomali Situasi Ketenagakerjaan di Indonesia

Nabiyla Risfa Izzati

Pakar hukum perburuhan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, mengatakan situasi ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia saat ini bisa dibilang anomali.

Sebab jika dibandingkan negara-negara lain, seharusnya pekerjaan sektor informal menjadi penopang tambahan.

Namun, di tengah minimnya lapangan pekerjaan sektor formal dan desakan bertahan hidup, menurut Nabiyla, banyak lulusan pendidikan tinggi menjajal jenis pekerjaan informal apapun yang selama ini merupakan lahannya lulusan SD hingga SMA.

Entah itu menjadi asisten rumah tangga, pengasuh anak, sopir, pekerja pabrik, pramukantor, termasuk menjadi petugas PPSU.

Menariknya, lulusan sarjana kini tidak lagi berbondong-bondong bekerja sebagai ojek daring seperti dulu.

"Tren gig economy masa keemasannya sudah mulai turun jauh dibandingkan sepuluh tahun lalu. Dulu bahkan orang yang punya pekerjaan rela keluar untuk jadi ojol, karena penghasilannya sangat tinggi," papar Nabiyla.

"Sekarang, kita sudah melihat itu enggak sustainable. Ada penurunan pendapatan yang signifikan." tambahnya, mencemaskan kondisi ini.

Menurutnya, ketika para tenaga kerja dan pekerja lulusan sarjana ini terpaksa mencari pekerjaan informal, artinya mereka yang mayoritas dari kelas menengah ini tidak akan bisa mendapatkan penghidupan yang layak.

Baca Juga: Rapor Buruk Lapangan Kerja & Pengupahan di Balik Aksi #KaburAjaDulu

Bahkan untuk bertahan jadi kelas menengah saja, akan kepayahan. Situasi ini akan berimbas pada kemiskinan yang melebar dan dampak negatifnya bisa berujung pada kriminalitas.

Sayangnya, dirinya belum melihat terobosan dan langkah kongkret yang ditawarkan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam lima tahun kedepan untuk menavigasi persoalan lapangan kerja tersebut.

"Setiap kali ditanya soal solusi lapangan pekerjaan, jawabannya Makan Bergizi Gratis dan Danantara. Tapi roadmap-nya seperti apa? Itu enggak pernah terjawab. Makanya pemerintah enggak bisa berleha-leha lagi," ujar Nabiyla.

Bisa Jadi Bom Waktu

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andy Ahmad Zaelany, melihat kekisruhan pada saat bursa kerja (job fair) di Bekasi, Jawa Barat beberapa waktu lalu dan viralnya momen antrian pencari kerja di sejumlah daerah di Indonesia, mengindikasikan sulitnya memperoleh pekerjaan saat ini.

Hal itu menjadi alarm sosial yang harus segera dicarikan solusinya. ”Ini bom waktu. Pemerintah harus bergerak cepat untuk mengatasi meroketnya pengangguran dan kemiskinan,” ujar Andy.

”Banyak orang melamar (jadi petugas) PPSU atau petugas kebersihan, termasuk sarjana. Ini mengindikasikan orang sudah depresi dengan kondisi yang ada,” tambah anggota Dewan Pengupahan Jakarta itu.

Selain itu, menurut Andy, sarjana melamar sebagai PPSU menunjukkan adanya perubahan cara pandang warga.

Mereka ingin pekerjaan yang stabil dari ancaman PHK, memperoleh jaminan sosial seperti kesehatan dan kecelakaan, seragam pekerja, serta pekerjaan rutin yang tidak memerlukan kemampuan khusus yang harus dipelajari.

Perspektif baru ini membuat orang realistis untuk melamar sebagai petugas kebersihan. Apalagi, sebagian pekerjaan yang masih bisa diperebutkan justru gajinya lebih rendah dibandingkan petugas kebersihan.

”Semua unsur pemerintah, tidak hanya Kementerian Ketenagakerjaan. Harus fokus pada penciptaan lapangan kerja. Ini darurat,” tegas Andy. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.

\