Preman Indonesia: Dulu Dijaga Belanda & Orba, Kini Mesra dengan Partai

Semua mata tersorot pada Partai Gerindra dan Presiden Prabowo Subianto apakah GRIB dan preman bermasalah lainnya diberi kekebalan hukum.

By
in Now You Know on
Preman Indonesia: Dulu Dijaga Belanda & Orba, Kini Mesra dengan Partai
Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto meresmikan kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) di Jl Sakti Raya IV No 8, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat pada Minggu (20/5/2012). (Sumber: istimewa)

TheStanceID - Premanisme di Indonesia naik ke tingkat yang membahayakan sehingga sejumlah investor hengkang dan membatalkan kerjasamanya. Para pengusaha juga semakin mengeluhkan pemerasan berkedok Tunjangan Hari Raya (THR).

Baru-baru ini perusahaan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat mendapatkan gangguan dari organisasi masyarakat (ormas) berupa penghalangan transportasi material atau alat-alat untuk membangun pabrik.

Sejauh ini pabrikan mobil listrik asal China tersebut masih bersabar dan mau bertahan untuk melanjutkan pembangunan pabriknya. Namun, hal ini menjadi olok-olokan media China, South China Morning Post.

BYD adalah satu dari ribuan perusahaan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Tahun 2024 terdapat 31.795 perusahaan industri manufaktur skala menengah dan besar yang aktif beroperasi di Tanah Air.

Namun, tak semua sesabar BYD. Perusahaan tambang Prancis Eramet dan perusahaan kimia asal Jerman BASF membatalkan investasi sebesar US$2,6 miliar untuk membangun kompleks pemurnian nikel-kobalt di Weda Bay, Maluku Utara.

Lalu Foxconn, perusahaan elektronik asal Taiwan, yang semula ingin membangun pabrik baterai kendaraan listrik senilai US$8 miliar, membatalkan niatnya.

Dari Korea Selatan ada perusahaan LG yang juga memutuskan untuk melakukan hal serupa, padahal nilai investasi yang akan diproyeksikan sebelumnya cukup besar yakni Rp130 triliun.

Kalaupun tidak hengkang, mereka memilih berinvestasi sedikit, seperti yang dilakukan Apple. Berinvestasi di Vietnam senilai US$15,84 miliar (sekitar Rp256 triliun), di Indonesia mereka hanya menanam US$1 miliar (sekitar Rp16 triliun) di pabrik AirTag.

Faktor Preman dalam Investasi

Premanisme seringkali terabaikan atau tidak muncul dalam paparan mengenai program dan upaya untuk menarik investasi. padahal sejarahnya panjang mengiringi jatuh-bangun kekuasaan, perekonomian, dan dunia usaha di Indonesia

Kuasa informal ormas yang berbasis kekerasan telah mengakar sejak masa kolonial Belanda dan bertahan hingga era saat ini. Dalam lintasan sejarahnya, preman seringkali tidak berdiri sendiri, melainkan berjalan dengan kepentingan politik dan ekonomi.

Istilah "preman" sendiri berasal dari bahasa Belanda "vrijman," yang berarti "orang bebas." Pada masa kolonial, istilah ini merujuk pada individu yang tidak terikat kontrak kerja alias manusia bebas.

Namun, istilah ini mengalami peyorasi atau penyempitan makna menjadi buruk, dipakai untuk mengklasifikasikan individu yang terlibat dalam aktivitas kriminal atau kekerasan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Di era kolonial, para "jagoan" kerap berperan menjadi pelindung komunitas. Namun, mereka juga dimanfaatkan oleh penguasa kolonial sebagai alat untuk mengontrol dan menindas rakyat. Peran ganda ini membuat posisi mereka ambigu di mata rakyat.

Memasuki era Orde Baru, premanisme mengalami transformasi signifikan. Pemerintah saat itu menertibkan preman melalui operasi militer seperti penembakan misterius (Petrus) pada tahun 1980-an.

Praktik ini justru efektif menekan kelompok sipil yang kritis karena kekhawatiran berakhir dipetruskan. Sebaliknya, preman kelas kakap justru diakomodasi sebagai alat kontrol sosial dan politik, termasuk dalam mobilisasi massa dan pengamanan proyek.

Formalisasi Preman di Era Reformasi

demo 1998Setelah Reformasi 1998, premanisme berkembang dalam bentuk baru. Kebebasan yang lebih luas di ranah sosial politik melahirkan ormas, yang sebagian hanya menjadi kedok bagi aktivitas premanisme: memalak, meyerobot, hingga mengintimidasi.

Saat itu, dia dianggap sebagai wilayah informal yang beroperasi diam-diam, terukur, dan "aman", dalam skala kecil sehingga tak terlalu disorot. Bentrok-bentrok yang terjadi dianggap sebagai konflik sosial yang tak bersifat struktural.

Namun kali ini, publik kian jengah karena aksi premanisme berkedok ormas beroperasi semakin terang-terangan, arogan, dengan tingkat dan skala yang begitu besar sehingga memicu ekses negatif di dunia investasi dan memicu keriuhan nasional.

Era media sosial memungkinkan para korban aksi premanisme berkedok ormas tersebut mengadukan nasibnya dan dibela oleh warganet sehingga terangkat ke permukaan alias viral.

Misalnya pada Lebaran yang lalu, sejumlah orang yang mengatasnamakan ormas meminta THR, bahkan dengan unsur memaksa seperti menggeruduk tempat usaha.

Jika mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016, THR hanya diberikan kepada pekerja dengan masa kerja 1 bulan lebih. Ormas tak punya hubungan kerja dengan perusahaan sehingga tak berhak minta THR.

Akibatnya, pria di Bekasi yang mengaku “Jagoan Cikiwul” menyandang status tersangka, setelah aksinya memalak perusahaan dengan dalih THR diviralkan.

Di Tangerang, dua satpam SMKN 9 Tangerang menjadi korban penusukan dan penganiayaan karena menolak untuk memberikan THR kepada LSM. Kasus ini pun kini masuk kepolisian setelah berakhir viral.

Belajar dari Vietnam

Wijayanto samirin - paramadina

Pengamat Ekonomi Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai Indonesia harus bercermin pada negara dengan sistem perekonomian yang stabil seperti Vietnam.

Meski struktur ekonominya relatif mirip dengan Indonesia, mereka ketat memprioritaskan kenyamanan investor, salah satunya yaitu menghentikan premanisme.

“Kita harus responsif memperbaiki diri. Jika tidak, maka apa yang dilakukan LG akan diikuti oleh investor yang lain. Beberapa aspek yang perlu segera diprioritaskan, hentikan premanisme terhadap industri,” ujarnya kepada TheStanceID Senin (5/5/2025).

Indonesia harus memastikan agar investor benar-benar merasa aman berinvestasi. Misalnya dengan mewujudkan peraturan perburuhan yang adil dan pasti, penyederhanaan izin usaha, pengadaan lahan dan kewajiban konten lokal yang fleksibel.

Lalu membangun ekosistem yang mendukung investasi, dengan memberantas penyelundupan, serta memperbanyak dan memperluas Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan negara lain.

Dari segi insentif pajak, misalnya pengurangan pajak melalui double tax deductible terhadap pelatihan, riset dan pengembangan (R&D), pengadaan event internasional, pelibatan UMKM di industri padat modal dan pengadaan local content yang tinggi.

Sektor keuangan juga perlu dipastikan aman dan mendukung investasi, misalnya mendorong pasar modal yang sehat agar menjadi alternatif pembiayaan, sembari menurunkan bunga kredit bank di Indonesia termasuk yang saat ini tergolong tinggi.

Dasar Hukum Memberantas Preman

Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengingatkan aksi premanisme di Indonesia berada pada titik yang mengkhawatirkan karena ekonomi dunia yang berat mengharuskan dunia usaha berjalan secara wajar tanpa premanisme.

“Apabila pungutan liar (pungli) dilakukan dengan cara-cara kekerasan atau pemaksaan, maka pelaku premanisme dapat dijerat dengan pasal pemerasan dan ancaman sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP,” ujarnya kepada TheStanceID.

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), premanisme dimaknai sebagai perilaku gaya hidup yang mengedepankan kekerasan dan penindasan oleh kelompok untuk mencari keuntungan dengan cara yang tidak sah.

Sementara itu istilah 'preman' disematkan kepada mereka yang melakukan penodongan, perampok, pemeras dan aksi ilegal lainnya yang berbasis paksaan.

Abdul Fickar menyerukan pemerintah untuk menegakkan hukum dengan benar. Kongkritnya, dengan menindak para preman tersebut, berbekal pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menegaskan bahwa negara tidak boleh didikte, kalah dan tunduk kepada siapapun apalagi pada preman.

“Tidak berhak melakukan penyegelan, menyerang, atau melakukan penegakan hukum dalam bentuk apapun. Semua itu kewenangannya aparat penegak hukum, bukan ormas,” tegas Sahroni.

Premanisme dan Perlindungan Politik

Sigit Purnomo Syamsuddin Said

Anggota DPR RI Komisi VII dari Fraksi PAN, Sigit Purnomo Syamsudin Said atau yang akrab disapa Pasha Ungu menilai fenomena maraknya preman di Indonesia akhir-akhir ini bersifat politis sehingga penegak hukum harus bekerja keras.

“Ini menurut saya politis banget. Siapapun yang mengganggu ketertiban, keamanan, kenyamanan, dan keadilan, harus berhadapan dengan aparat penegak hukum,” tegas Pasha kepada TheStanceID.

Pandangan anggota DPR RI dapil Jakarta III yang mencakup Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kabupaten Kepulauan Seribu ini memang beralasan. Di Indonesia, preman atau mantan preman kini justru dekat dengan pusat kekuasaan, atau partai politik.

Sebut saja John Kei yang bernama asli John Refra. Pemimpin kelompok Amkei pasca-kerusuhan di Tual, Pulau Kei, pada Mei 2000 ini terlibat dalam bisnis debt collector dan dikenal karena aksi kekerasan, termasuk penganiayaan dan pembunuhan.

Pada Mei 2021, John Kei divonis 15 tahun penjara karena membunuh Yustus Corwing. Dia bergabung dengan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang didirikan A.M Hendropriyono, mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Baca Juga: Revisi UU Ormas Bukan Solusi Atasi Premanisme Ormas

Lalu ada Hercules Rosario de Marshall, yang dikenal sebagai "kepala preman dari Timur", Hercules adalah mantan porter untuk tentara Indonesia selama pendudukan di Timor Timur.

Ia mendirikan geng preman di Tanah Abang, Jakarta yang terlibat bisnis pemerasan serta pengamanan ilegal. Hercules mendirikan organisasi Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) yang sesekali mendukung kegiatan kelompok politik tertentu.

Resmi mendukung Prabowo Subianto--yang diklaim sebagai Dewan Pembina GRIB--dalam pemilihan presiden 2024 dan mesra dengan Gerindra dalam beberapa kesempatan termasuk di Bali, Hercules tak tercatat sebagai kader resmi Partai Gerindra.

Indonesia, seperti kata Syahroni, tak boleh terus tersandera praktik premanisme. Kini semua mata tersorot pada Partai Gerindra dan Presiden Prabowo Subianto untuk membuktikan bahwa GRIB dan preman manapun tak mendapat perlindungan politik. (par)

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\