Gunung Emas Zarof: Momen Pembuktian Sunarto Bersihkan MA dari Mafia

Baru terpilih jadi Ketua MA, Sunarto disuguhi problem struktural MA paling akut: mafia peradilan.

By
in Headline on
Gunung Emas Zarof: Momen Pembuktian Sunarto Bersihkan MA dari Mafia
Sunarto menandatangani berkas pengangkatannya sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA) di depan Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (22/10/2024) di Istana Negara, Jakarta. Sumber: https://www.mahkamahagung.go.id/

Jakarta, TheStanceID - Mahkamah Agung (MA) membentuk tim pemeriksa untuk mengusut majelis hakim di kasus Gregorius Ronald Tannur. Hal ini dinilai sebagai solusi parsial, yang tak cukup untuk mengatasi problem struktural di MA.

Tim pemeriksa tersebut dibentuk sebagai buntut penangkapan mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA, Zarof Ricar.

Meski berstatus tersangka dugaan suap penanganan kasasi Ronald Tannur pada Jumat (25/10/2024), dia "terbukti" menjadi Paman Gober ala Indonesia dengan memiliki timbunan emas dan uang.

Penyidik Kejagung menemukan uang tunai senilai hampir Rp1 triliun dan emas batangan seberat 51 kilogram di rumah Zarof yang diduga merupakan hasil dari aksi merekayasa hasil perkara di MA selama 10 tahun terakhir.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan penetapan Zarof sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan dari penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan pengacara Ronald Tanur, yakni Lisa Rachmat.

“Tim penyidik Jampidsus telah menetapkan ZR, mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung sebagai tersangka pemufakatan jahat bersama LR terkait penanganan perkara terdakwa Ronald Tannur di tingkat kasasi,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di kantor Kejagung RI, Jakarta, Jumat (25/10/2024).

Melobi Hakim Agung MA

Menurut Qohar, Zarof diminta Lisa untuk melobi hakim agung yang menangani perkara Ronald agar putusan di tingkat kasasi menguatkan putusan PN Surabaya, yakni vonis bebas.

Lisa diduga menjanjikan uang pemulus ke hakim agung masing-masing Rp5 miliar, menurut penyidik Kejagung. “Untuk ZR, diberikan fee Rp1 miliar atas jasanya tersebut,” ungkap Qohar.

Namun, uang senilai Rp5 miliar tersebut belum sempat diberikan ke para hakim agung yang menangani perkaranya. Kasus ini keburu meledak.

Untuk diketahui, Ronald adalah terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti, pada Oktober 2023. Dia menganiaya kekasihnya itu lalu melindasnya di parkiran. Alih-alih ke rumah sakit, dia membawa Dini pulang, setelah sempat hendak menelantarkannya.

Majelis Hakim PN Surabaya yang terdiri atas Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul memvonis bebas Ronald pada 24 Juli 2024.

Ketika kasus Zarof terkuak, MA buru-buru mengubah vonis itu menjadi hukuman lima tahun penjara, pada Selasa (22/10/2024).

Ronald pun kini berkepala plonthos sembari tersenyum pahit, seperti dilansir Detik.

Hakim Korup Bertebaran

Kasus Zarof ini bukan yang pertama kali. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2011-2023 ada sedikitnya 26 hakim yang terbukti melakukan korupsi.

Pada 22 September 2022, Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran menerima suap pengurusan perkara kasasi kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Hakim Agung Gazalba Saleh terjerat perkara serupa pada 2022.

Sejumlah pejabat strategis di MA juga terlibat dalam kasus korupsi, seperti kasus Hasbi Hasan, Sekretaris MA yang terbukti menerima suap pengurusan perkara pemalsuan akta sebuah koperasi di Semarang.

Sebelumnya ada nama Nurhadi, yang saat menjadi makelar kasus pada 2021 masih menjabat sebagai Sekretaris MA. Kini dia sudah divonis enam tahun penjara.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Zarof kemungkinan menjadi perantara suap ke internal MA, serupa dengan kasus yang terjadi 3 tahun silam.

"Praktik dengan modus memperdagangkan pengaruh, yang serupa dengan kasus tersebut, pernah terjadi. Yakni, saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kejahatan mantan Sekretaris MA, Nurhadi," ungkap Kurnia, Senin (28/10/2024).

Kasus Zarof mestinya menjadi pintu masuk penegak hukum untuk mengusut mafia peradilan di MA. Menurut Kurnia, ada petunjuk yang terang terkait penemuan barang bukti berupa uang ratusan miliar dan puluhan kilogram emas milik Zarof.

"Logika sederhana saja, dibandingkan dengan harta kekayaannya pada Maret tahun 2022 yang hanya berjumlah Rp51,4 miliar, tentu uang ratusan miliar tersebut terbilang janggal dan patut ditelusuri lebih lanjut," imbuhnya.

Tiga Potensi Kejahatan

ICW menilai ada setidaknya tiga potensi kejahatan Zarof lainnya yang harus didalami oleh tim penyidik Kejaksaan Agung.

Pertama, suap-menyuap. Suap dimaksud terjadi apabila uang atau emas yang ditemukan di kediaman Zarof adalah hasil dari pengurusan suatu perkara di MA atau pengadilan lainnya.

Sekalipun Zarof bukan hakim, ada kemungkinan yang bersangkutan merupakan broker atau perantara suap kepada oknum internal MA. Modus ini terjadi saat KPK membongkar kejahatan mantan Sekretaris MA Nurhadi.

Kedua, gratifikasi. Praktik lancung ini bisa dilacak dengan berbasis temuan uang dan bongkahan emas milik Zarof dari sejumlah pihak yang tak bisa dijelaskan asal-usulnya atau tergolong sulit menelusuri pemberinya.

Jika menggunakan delik gratifikasi (Pasal 12B UU Tipikor), maka pihak kejaksaan tak perlu membuktikan ada-tidaknya praktik gratifikasi. Beban pembuktian akan otomatis berpindah dari penuntut umum ke Zarof.

"Pembuktian terbalik tersebut akan menyasar terdakwa bila tak bisa menjelaskan secara utuh disertai dengan bukti relevan mengenai harta yang ditemukan penyidik di kediamannya," jelas Kurnia.

Ketiga, pencucian uang. Menurut Kurnia, delik ini mungkin diterapkan tim penyidik bila ditemukan bukti bahwa Zarof memang menyembunyikan harta hasil kejahatan kerah putih.

"Tidak hanya dapat menjerat Zarof, melainkan juga pihak lain yang turut menerima dana hasil kejahatan," tegasnya.

Lemahnya Pengawasan MA

Akademisi dan pegiat antikorupsi, Busyro Muqoddas menyebut berulangnya korupsi di tubuh MA tak lepas dari masih lemahnya sistem pengawasan. Perlu penataan ulang MA, meliputi transparansi sistem peradilan dan penguatan sistem pengawasan MA.

“Peraturan hukum acara Mahkamah Agung itu kan berbeda 100% dengan Mahkamah Konstitusi yang terbuka, bisa di-monitoring lewat televisi, HP dan sebagainya,” ungkap Busyro, dikutip dari BBC Indonesia, Selasa (29/10/2024).

Karena proses kasasi, PK (Peninjauan Kembali), maupun JR (Judicial Review) di MA bersifat tertutup, maka mafia peradilan lebih mudah muncul dengan melibatkan orang-orang di sekitar hakim.

Busyro menilai Ketua MA Sunarto harus memanfaatkan momentum ini untuk mereformasi sistem peradilan MA, agar lebih transparan dan melibatkan masyarakat sipil dalam pengawasan MA.

“Ini momentum emas dan terakhir bagi Ketua MA untuk bersama kelompok sipil melakukan agenda dekonstruksi struktural di MA sampai dengan KPN-KPN [Ketua Pengadilan Negeri],” pungkas Busyro yang merupakan Mantan Ketua Komisi Yudisial ini.

Artinya, MA tidak boleh hanya menjalankan solusi kasuistis dengan mengecek hakim di kasus Ronald Tannur, sementara problem mendasar di MA tidak disasar. ICW memberikan tiga rekomendasi untuk menyasar problem mendasar tersebut.

Pertama, Ketua MA Sunarto harus menjamin proses hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tidak akan diintervensi oleh pihak manapun.

Kedua, MA harus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lain seperti Komisi Yudisial (KY), Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk menyusun pemetaan terhadap korupsi di sektor peradilan.

Terakhir, kewenangan KY sebagai lembaga otonom penjaga etika kehakiman harus diperkuat. "Berkaca pada pedoman perilaku hakim, kewenangan Komisi Yudisial masih terbatas pada pemberian rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung. Tentu kondisi tersebut membuka potensi terjadinya konflik kepentingan," pungkas Kurnia. (est)

\